Kasus TPPI, Kepolisian Diminta Terus Telusuri Tersangka Lain

Bareskrim disebut layak menetapkan tersangka lain dalam kasus tersebut jika menemukan bukti baru.

oleh Nurmayanti diperbarui 16 Jun 2015, 14:43 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2015, 14:43 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Tambang Minyak (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Mabes Polri terus mengusut kasus dugaan korupsi penjualan kondensat milik negara oleh BP Migas (SKK Migas) dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).

Sejumlah saksi telah diperiksa, salah satunya mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Dalam keterangannya, Sri Mulyani menyebut PT TPPI tidak mempunyai kekuatan finansial, tetapi tetap mendapat persetujuan mengolah kondensat.

Penyidik pun diminta ikut memeriksa mantan petinggi Pertamina.“Kalau ditemukan perbuatan melawan hukum. Kan kerugian negara sudah terbukti,” kata Pengamat Energi, Yusri Usman dalam keterangannya, Selasa (16/6/2015).

Bareskrim, sambung dia, seharusnya sudah layak menetapkan tersangka lain dalam kasus tersebut jika menemukan bukti baru. Direksi Pertamina saat itu dinilai ikut bertanggung jawab terkait penjualan kondensat ini.

Sebelumnya kepolisian menjelaskan, saat SKK Migas melakukan proses penunjukan langsung penjualan kondensat bagian negara kepada PT TPPI pada tahun 2009, tidak menjalankan proses sesuai ketentuan.

Sehingga ini menyalahi aturan keputusan kepala BPMIGAS Nomor KPTS-20/BP00000/2003-S0 tentang pedoman tata kerja penunjukan penjual minyak mentah/kondensat bagian negara dan keputusan kepala BPMIGAS KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang pembentukan tim penunjukan penjualan minyak mentah.

Kasus ini melanggar ketentuan pada Pasal 2 dan pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU No 15 Tahun 2015 tentang tindak pidana pencucian uang, sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003.

‎Modus operandi kasus ini, yakni SKK Migas menjual kondensat kepada TPPI di tahun 2008-2011. Namun, selama penjualan tersebut tidak ada uang yang masuk ke kas negara. Kerugian negara yang ditimbulkan atas kasus tersebut kurang lebih US$ 156.000.000 atau sekitar Rp 2 triliun. Ini terkuak dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).(Nrm/Gdn)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya