Bupati Indramayu Lucky Hakim Jadi Sorotan Buntut Liburan ke Jepang Tanpa Izin, Apa Saja Sanksinya?

Aturan perjalanan dinas kepala daerah ke luar negeri, sanksi pelanggaran, dan kasus Bupati Indramayu yang tengah menjadi sorotan.

oleh Hanz Jimenez Salim Diperbarui 08 Apr 2025, 19:00 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2025, 19:00 WIB
Presiden Prabowo Subianto melantik kepala daerah secara serentak di Istana Kepresiden, Jakarta, Kamis (20/2/2025).
Presiden Prabowo Subianto melantik kepala daerah secara serentak di Istana Kepresiden, Jakarta, Kamis (20/2/2025). (tangkapan layar youtube sekretariat presiden)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Bupati Indramayu, Lucky Hakim, baru-baru ini menjadi pusat perhatian setelah liburan ke Jepang tanpa izin. Peristiwa ini kembali menyoroti aturan ketat yang mengatur perjalanan dinas kepala daerah ke luar negeri, sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Perjalanan tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai pengawasan dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku bagi para pemimpin daerah. Undang-undang tersebut secara tegas melarang kepala daerah dan wakilnya bepergian ke luar negeri tanpa izin tertulis dari menteri. Hal ini tertuang jelas dalam Pasal 76 ayat (1) huruf i.

Aturan ini berlaku bagi Gubernur/Wakil Gubernur maupun Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Berdasarkan Pasal 76 Undang-undang Nomor Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang melakukan: 

  1. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
  2. membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasi warga negara dan/atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan di bidang apa pun;
  4. menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan daerah yang dipimpin;
  5. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan;
  6. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan, selain mewakili daerah;
  7. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;
  8. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
  9. melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari menteri; dan
  10. meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari 7 hari berturut-turut atau tidak berturut-turut.

Pelanggaran terhadap aturan ini berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum yang serius. Sanksi yang diberikan pun bervariasi, tergantung pada jenis pelanggaran dan jabatan kepala daerah yang bersangkutan.

Untuk pelanggaran izin perjalanan ke luar negeri, Pasal 77 ayat (2) UU tersebut menyebutkan sanksi berupa pemberhentian sementara selama tiga bulan oleh Presiden bagi Gubernur/Wakil Gubernur, dan oleh Menteri bagi Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Sementara itu, pelanggaran izin meninggalkan wilayah kerja dapat berujung pada teguran tertulis (Pasal 77 ayat 3), dengan jalur pengawasan yang sama.

Aturan Perjalanan ke Luar Negeri Bagi Kepala Daerah

Kepala daerah dan wakil kepala daerah punya aturan tersendiri mengenai perjalanan ke luar negeri. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2019.

Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa perjalanan ke luar negeri bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah terdiri atas perjalanan dinas dan perjalanan ke luar negeri dengan alasan penting. Proses pengajuan izin ini bertujuan untuk memastikan bahwa perjalanan tersebut tidak mengganggu roda pemerintahan daerah dan memiliki alasan yang jelas.

Berikut penjelasannya berdasarkan Pasal 25 ayat (2) Permendagri 59 Tahun 2019:

  1. menghadiri acara wisuda anak, istri/suami;
  2. mengurus pendidikan anggota keluarga;
  3. mendampingi anak, istri/suami yang sedang menjalani pengobatan di luar negeri;
  4. menghadiri perkawinan anggota keluarga; dan
  5. kedukaan anggota keluarga.

 

Sanksi dan Dampak Pelanggaran

Sanksi yang tegas dan terukur diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang. Pemberhentian sementara jabatan selama tiga bulan merupakan sanksi yang cukup berat dan dapat memberikan efek jera. Selain itu, teguran tertulis juga dapat menjadi catatan penting dalam rekam jejak karier kepala daerah.

Lebih jauh lagi, pelanggaran aturan ini dapat berdampak negatif pada kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Kepercayaan publik merupakan aset berharga yang harus dijaga dan dipelihara. Perjalanan dinas yang tidak sesuai prosedur dapat menimbulkan persepsi negatif dan merugikan citra pemerintah daerah di mata masyarakat.

Oleh karena itu, penting bagi kepala daerah untuk memahami dan mematuhi aturan yang berlaku terkait perjalanan dinas ke luar negeri. Keterbukaan dan transparansi dalam setiap proses perizinan juga perlu diutamakan untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman dan menjaga kepercayaan publik.

 

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya