Kepala BPS Ungkap Pemicu Perlambatan Ekonomi RI

Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7% pada semester I 2015, turun dari periode yang sama tahun lalu sekitar 5,17%.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Agu 2015, 12:35 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2015, 12:35 WIB
BPS 1
Ilustrasi BPS (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2015 sebesar 4,67 persen atau turun dari realisasi kuartal sebelumnya 4,72 persen. Hingga semester I, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen, turun dari periode yang sama tahun lalu sekitar 5,17 persen.

Apa penyebab melambatnya ekonomi Indonesia?

Kepala BPS Suryamin‎ perlambatan ekonomi Indonesia sejalan dengan lesunya ekonomi global dan rendahnya harga komoditas seperti jagung, beras, kedelai, daging sapi, timah hingga bijih besi di pasar internasional.

Faktor lainnya yaitu ketidakpastian kondisi pasar keuangan terkait dengan ketidakpastian kenaikan Fed Fund Rate.

Di samping itu, dijelaskan dia, ‎pertumbuhan ek‎onomi negara mitra dagang Indonesia cenderung stagnan bahkan melemah. Sebagai contoh Amerika Serikat dengan catatan pertumbuhan ekonomi melemah dari 2,9 persen di kuartal I 2015 menjadi 2,3 persen.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok stagnan pada posisi 7 persen. Pertumbuhan ekonomi Singapura menurun dari 2,1 persen menjadi1,7 persen. "Artinya berimbas ke ekonomi Indonesia," tegas Suryamin.

Dia pun mengaku, harga minyak internasional di kuartal II mengalami kenaikan sedikit 19,07 persen Q to q, tapi secara Year on year turun 43,3 persen. Kalau dulu harnya US$ 100 per barel, di kuartal II anjlok sampai US$ 40 lebih per barel.

Ekonom DBS Bank Ltd, Gundy Cahyadi menilai penurunan ekspor dan impor menjadi penyebab utama pertumbuhan ekonomi tak sanggup mencapai lebih dari 5 persen. Pelemahan terjadi di impor barang modal.  

"Impor barang modal anjlok sekira 20 persen (yoy) di kuartal II 2015 karena pertumbuhan Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) alias investasi tetap sekira 4 persen atau meleset dari perkiraan sebelumnya 5,5 persen," papar dia.

Paling parah, katanya, impor bahan baku terkontraksi secara signifikan hingga 21 persen. Sementara pertumbuhan ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih positif meski sedikit melemah. "Impor bahan baku turun 21 persen di periode ini merupakan yang terburuk sejak 2009," ucap Gundy.

Dia memperkirakan, dengan kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi di akhir tahun ini hanya 4,9 persen. Ramalan tersebut sudah memperhitungkan percepatan belanja pemerintah.

"Pertumbuhan ekonomi setahun ini berpotensi lebih rendah jika tidak ada perbaikan dalam penyerapan anggaran ke depan," ucapnya. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya