Tekan Inflasi, BI Sarankan Pemerintah Buka Keran Impor Pangan

Inflasi Indonesia berpotensi naik karena penyesuaian harga yang diatur pemerintah seperti kenaikan tarif listrik dan Elpiji.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Agu 2015, 19:39 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2015, 19:39 WIB
Ekonom Memprediksi Inflasi Agustus di Bawah 0,5%
Ekonom Memprediksi Inflasi Agustus di Bawah 0,5%

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengimbau pemerintah untuk membuka keran impor apabila pasokan pangan di dalam negeri tak memenuhi kebutuhan permintaan yang meningkat. Upaya tersebut dimaksudkan untuk menjaga inflasi sampai dengan akhir tahun ini sebesar 5 persen.

Gubernur BI, Agus Martowardojo mengatakan, inflasi Indonesia berpotensi naik karena penyesuaian harga yang diatur pemerintah (administer prices), seperti kenaikan tarif listrik, harga Elpiji, dan El Nino atau kekeringan berkepanjangan yang akan berdampak terhadap Indonesia.

"Ini yang dijadikan perhatian dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah karena risiko inflasi datang dari harga-harga yang diatur pemerintah, yakni penyesuaian harga elpiji, tarif listrik, pengangkutan darat. Jadi perlu diwaspadai supaya kondisi April tidak terulang," tegas dia di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/8/2015).

Menurut Agus, Indonesia mencatatkan inflasi 0,36 persen pada April 2015. Realisasi inflasi tersebut dikontribusi dari andil tiga komponen barang dan jasa yang mengalami kenaikan harga, padahal saat itu Indonesia sedang ‎memasuki masa panen raya.

"Kita harus perhatikan neraca pangan, supaya bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kalau tidak bisa penuhi, maka jangan ragu untuk melakukan impor (pangan) supaya tidak terjadi tekanan inflasi yang bisa merugikan rakyat. Sebab kita ingin seperti negara ASEAN lain, di mana inflasi bisa di bawah 5 persen," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Lembong juga mengatakan bahwa untuk mengontrol inflasi tak menutup kemungkinan buka keran impor, khususnya untuk pangan. "Tidak drastis rasanya perlu keran impor supaya inflasi terbantu," kata dia.

Dia menerangkan, impor pangan tak mengambil porsi besar dari total impor. Namun begitu, inflasi yang disebabkan oleh pangan mengambil porsi besar. "Kalau buka keran impor neraca perdagangan OK, dampak positif inflasi turun mungkin besar," tutur Thomas.

Namun begitu, pihaknya menyadari swasembada pangan merupakan prioritas utama pemerintah. Karena itu, dia bilang tetap mengupayakan swasembada di sisi lain mencari solusi untuk menekan inflasi.

"Ini semua butuh waktu dan proses, bagaimana mengimbangi swasembada. Kalau tutup keran impor drastis, pangan melonjak dan berdampak inflasi," kata Thomas.

Karena itu, pihaknya akan mengoptimalkan berkoordinasi dengan kementerian-kementerian terkait. "Mohon kasih kami waktu, terutama saya mengutamakan kemitraan baik, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kelautan karena semua pangan, ekpor impor. Jadi satu hanya mau mengimbangi supaya upaya swasembada tidak terlalu drastis," tandas dia. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya