Kisah Guru Asal Maluku Utara Seberangi Lautan Demi Jadi PNS

Mita, salah satu guru asal Maluku Utara mengungkapkan tiga hal yang membulatkan tekadnya untuk datang ke Jakarta.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 15 Sep 2015, 17:17 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2015, 17:17 WIB
20150915-Ini Curhatan Ribuan Guru Honorer di Depan Gedung DPR-Jakarta
Pengunjuk rasa membawa karton bertuliskan tuntutan mereka saat menggelar aksi mogok dan unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (15/9). Para guru honorer itu menuntut Pemerintah mengangkat mereka menjadi PNS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Siswa-siswi SDN 2 Tabona, Ternate, Maluku Utara tidak bisa menikmati pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) di sekolah mereka dalam beberapa hari ini. Bagaimana tidak, guru mereka Mita Ibrahim (36) terpaksa datang ke Jakarta untuk meminta kejelasan nasib supaya diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Mita tak datang sendiri, dia bersama tiga temannya jauh-jauh dari Maluku Utara untuk meminta kesejahteraan bagi guru yang saat ini menyandang status honorer.

Kepada Liputan6.com, dia bercerita mengenai kedatangannya ke Jakarta. Mulanya dia mendapat informasi dari internet jika bakal ada aksi besar-besaran untuk meminta pengangkatan sebagai PNS.

Sontak, kabar tersebut langsung direspons. Mita pun berkeyakinan untuk datang ke Jakarta. Atas restu orang tua dia berangkat ke Jakarta. Dana keberangkatan pun ditanggung sendiri yang juga disumbang dari orang tua Mita. Sekali berangkat, paling tidak Rp 2,6 juta keluar dari kantongnya.

Ada tiga hal yang membulatkan tekad Mita datang ke ibu kota. Pertama, Mita ingin memperjuangkan hak-hak guru yang masih minim. "Kedua, saya sampaikan guru merupakan tulang punggung bangsa. Saya mencintai negeri ini, karena saya sadar seperti ini dari guru," kata dia di Jakarta, Selasa (15/9/2015).

Ketiga, mengetuk hati pemerintah yang selama ini menutup mata pada guru honorer. Padahal, para pejabat negara menjabat seperti sekarang  tak terlepas dari jasa guru. "Di mana hati nurani bangsa ini, mereka bisa karena guru," keluhnya.

Mita tiba di Jakarta pada Kamis 10 September 2015. Di Jakarta, dia tinggal bersama dengan rekannya di kawasan Rawamangun.

Jadi Guru Serba Sulit di Daerah

Mita menceritakan, menjalankan profesi guru di Maluku Utara tidak senyaman di kota-kota besar. Fasilitas belajar mengajar sangat minim di daerah. "Tidak memadai serba kurang. Kalau di daerah, saya pernah menangis dan melihat papan tulis itu tidak ada. Kadang ada yang berdiri tidak pakai sepatu," jelas Mita.

Namun, pihaknya tak mau kehabisan akal. Sesekali, dia mengakomodir masyarakat sekitar supaya memberikan dana seadanya untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Sayangnya, permasalahan tak hanya di situ. Wilayah geografis Ternate dikelilingi oleh laut menjadi tantangan tersendiri karena derasnya arus. Sementara jalur darat pun  jarang digunakan karena masih begitu buruk.

"Kita kalau pun darat itu kendaraan roda dua. Itu juga taruhan nyawa juga," kata Mita.Selain itu, gaji juga menjadi permasalahan  lantaran tiap bulan Mita hanya mendapat Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu. Itu pun juga tak dibayar setiap bulan. "Kalau dana BOS 3-4 bulan kita makan apa," ujar dia.

Sekitar 20 ribu guru dan tenaga honorer yang tergabung dalam Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah titik di Jakarta pada hari ini.

Ketua Umum FHK2I, Titi Purwaningsih mengatakan ada alasan kuat mengapa para tenaga dan guru honorer di bidang pendidikan ini mengambil langkah untuk berunjuk rasa.Dia menjelaskan, sebenarnya para guru dan tenaga honorer kategori 2 (K2) telah melakukan tes untuk pengangkatan menjadi PNS pada akhir tahun lalu. Namun, tes tersebut diduga tidak transparan sehingga banyak guru dan tenaga honorer yang tidak lulus. (Amd/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya