Industri Rokok Hanya Sanggup Tanggung Kenaikan Cukai 7%

Kenaikan cukai dinilai akan mendorong pemutusan hubungan kerja di industri hasil tembakau.

oleh Nurmayanti diperbarui 08 Okt 2015, 12:00 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2015, 12:00 WIB
Bungkus Baru Rokok Menyeramkan
Seorang karyawati menunjukan kemasan rokok yang telah berganti peringatan bergambar di minimarket, Jakarta, Selasa (24/6/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Sikap pemerintah yang terus memaksakan kenaikan cukai di luar kemampuan industri hasil tembakau menuai protes. Kalangan industri mengaku hanya sanggup menanggung kenaikan cukai sekitar 7 persen pada 2015 jika benar-benar dilakukan pemerintah.

Sebelumnya pada Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016, pemerintah mematok target cukai sebesar Rp 148,9 triliun, atau naik sekitar 23 persen dari target cukai tahun ini yang sebesar Rp 120,55 triliun. Kendati pemerintah telah menurunkan persentase kenaikan cukai Industri Hasil Tembakau (IHT) di kisaran 15 persen.

Namun angka itu masih sangat tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi dan menurunnya daya beli masyarakat.Protes keras kenaikan cukai itu datang dari Dewan Tembakau Jawa Tengah.

Zamury, anggota Dewan Tembakau Jawa Tengah menilai, saat ini pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor industri hasil tembakau mulai mengintai karena kebijakan cukai dengan tidak melihat kemampuan industri.

"Mestinya,pemerintah jangan hanya berkutat di cukai tembakau saja, potensi cukai yang lain juga masih banyak. Kalau cukai terus dikerek naik, ini pemerintah memang sengaja membunuh industri nasional," jelas dia, Kamis (8/10/2015).

Menurut Zamury, semenjak kenaikan cukai yang cukup signifikan pada 2008 silam, industri hasil tembakau (IHT) terus berjatuhan. Selanjutnya jika saat ini cukai rokok kembali dikerek tinggi bisa dipastikan PHK dalam jumlah besar akan terjadi di kantong-kantong IHT.

Catatan Kementerian Perindustrian menunjukkan, akibat tingginya kenaikan cukai, dari total 4.900 pabrik pada 2004, kini hanya tersisa 700.

Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husen sendiri sudah menyampaikan surat ke Kementerian Keuangan, pengenaan cukai tinggi akan memberatkan industri rokok karena terjadinya penurunan penjualan. Akibatnya, penerimaan negara dari cukai tidak akan tercapai.

Menperin juga menunjukkan peningkatan rokok ilegal dan PHK bahkan gulung tikarnya pabrik.Senada dengan Zamury,  Fendy Setiawan, Anggota Forum Pertembakauan Jawa Timur menilai, meski sudah direvisi,kenaikan cukai tahun depan sebesar 15 persen masih terlalu tinggi.

Dengan kenaikan sebesar itu, diperkirakan industri hasil tembakau (IHT) harus menyetor ke kas pemerintah di tahun depan sekitar Rp 139 triliun.

"Kenaikan itu tidak realistis dan sangat tidak pas dilakukan saat semua indikator ekonomi tengah turun dan daya beli masyarakat juga anjlok. Ini sangat memberatkan industri," ujar Fendy.

Fendy menghitung, ada 6 juta pekerja yang bergantung ke industri hasil tembakau mulai dari hulu hingga hilir. Kenaikan cukai di saat sekarang justru hanya melahirkan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran di industri hasil tembakau.

Kata Fendy, di saat ini, IHT bisa bertahan itu sudah bagus. Namun jika terus ditindih dengan beban cukai yang terlalu berat, pilihan PHK terhadap pekerja bisa menjadi pilihan yang tak terelakkan.

Karena sejatinya, industri sudah kesulitan untuk menaikkan harga jualnya.Tidak hanya itu, dampak lanjutannya, pabrikan rokok bakal menunda pembelian tembakau. Bak bola salju, petani tembakau pun akan terkendala dampak yang tak kalah berat dengan industri. 

"Sekarang ini masa tanam dan dua tiga bulan lagi panen, kebijakan cukai ini makin menambah ketidakpastian dalam bertani," tandas dia. (Nrm/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya