Setoran Pajak Ambisius Bikin Defisit Anggaran Membengkak

Proyeksi defisit anggaran 2,7 persen di APBN-P 2015 patut diwaspadai karena sudah pada level yang harus dijaga.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Des 2015, 14:23 WIB
Diterbitkan 02 Des 2015, 14:23 WIB
20150929- Paket Kebijakan Ekonomi Tahap II-Jakarta
Menko bidang Perekonomian Darmin Nasution memberikan keterangan pers terkait kebijakan ekonomi tahap II, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Paket kebijakan tahap dua difokuskan pada industri, keuangan dan ekspor. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menilai proyeksi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 kian melebar. Dalam hitungannya, proyeksi defisit sudah di level 2,7 persen, mendekati ambang toleransi yang diperbolehkan dalam Undang-undang (UU) sebesar 3 persen.

Defisit fiskal membengkak karena pengeluaran atau belanja negara Rp 1.984,1 triliun lebih tinggi dibanding pagu pendapatan negara yang dipatok Rp 1.761,6 triliun di APBN-P 2015. Sementara skenario terburuk penerimaan pajak diramalkan hanya mampu terkumpul 85 persen dari target Rp 1.294,25 triliun.

Darmin mengatakan, defisit anggaran membengkak bukan karena persoalan belanja negara. Namun, target pendapatan negara yang dibebankan pada sektor pajak dan bea cukai sangat tinggi di tengah perlambatan ekonomi dunia dan Indonesia.

"Targetnya tinggi. Sebenarnya spending kita tidak pernah mencapai target 100 persen, biasanya 90 persen, jadi ini bukan urusan spending. Ini urusan ekonomi yang melambat, menghasilkan penerimaan pajak yang melambat dan penerimaan lain. Tapi pada saat yang sama target yang ditetapkan terlalu tinggi," paparnya di Jakarta, Rabu (2/12/2015).


Menurut Darmin, proyeksi defisit 2,7 persen di APBN-P 2015 patut diwaspadai karena sudah pada level yang harus dijaga. Sebab UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara membatasi defisit fiskal di APBN dan APBD tidak lebih dari 3 persen.

"Sebesar 2,7 persen sudah level yang harus dijaga, karena batasnya 3 persen," tegas Mantan Dirjen Pajak dan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu.

Perihal batas aman defisit fiskal 3 persen yang perlu ditinjau, Darmin memberikan pandangannya terhadap ekonomi makro Indonesia dan dunia. "Itu kan (batas defisit) buatan negara. Kalau pemerintah dan DPR mau membicarakannya, ya bisa saja. Tapi bagaimanapun juga ekonomi dunia itu terlalu banyak defisit dan utangnya. Jadi kita tidak perlu ikut-ikutan," pungkasnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan hanya sanggup mengumpulkan penerimaan pajak sekitar Rp 1.099 triliun atau 85 persen dari target Rp 1.294 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Dengan begitu, kekurangan (shortfall) penerimaan pajak ditaksir sekitar Rp 195 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah akan tetap menjaga defisit anggaran dalam batas aman yaitu 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Batas aman tersebut sesuai amanat Undang-undang (UU) Keuangan Negara meskipun penerimaan pajak gagal mencapai target.

"Perkiraan realisasi penerimaan pajak 85 persen hingga 87 persen tahun ini karena memang sangat berat sampai akhir tahun. Tapi kita akan jaga defisit di level aman di bawah 3 persen dari PDB," ujar Bambang.

Jika dihitung, 85 persen dari target penerimaan pajak Rp 1.294 triliun, diperkirakan hanya akan tercapai sekitar Rp 1.099 triliun. Itu artinya, ada kekurangan penerimaan pajak sampai sekitar Rp 195 triliun atau lebih besar dibanding prediksi sebelumnya Rp 120 triliun. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya