Aturan Alokasi Gas Dinilai Masih Ada Celah untuk Calo

Selama ini para broker gas atau calo gas itu sangat lihai memanfaatkan lemahnya aturan yang ada.

oleh Nurmayanti diperbarui 03 Nov 2015, 16:31 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2015, 16:31 WIB
Pemerintah Incar Rp 6,2 Triliun dari Kenaikan Harga LNG Tangguh
Pemerintah sudah mengirim tim renegosiasi harga gas tangguh.

Liputan6.com, Jakarta - Upaya pemerintah untuk memperbaiki pengelolaan gas bumi yang selama ini dikuasai kartel broker gas ternyata masih berbuntut panjang pasca terbitnya Peraturan Menteri ESDM No 37 tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi.


Pakar Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmi Radhi menilai Permen ESDM No 37 tahun 2015 tersebut sejatinya merupakan penyempurnaan dari Pedoman Tata Kerja BP Migas No 29 Tahun 2009 (PTK 29) tentang Penjunjukkan dan Penjualan Gas Bumi / LNG / LPG Bagian Negara dan Permen ESDM No 03 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.

Dibanding PTK 29 dan Permen ESDM No 03, Permen ESDM No 37 tersebut secara gamblang menjelaskan, tentang pengaturan rantai bisnis gas bumi yang memangkas kepentingan para broker gas yang selama ini membuat harga gas tinggi.

"Permen ESDM No 37 salah satu tujuannya adalah untuk membatasi trader non-infra struktur, yang cenderung menjadi broker," jelas dia di Jakarta, Kamis (3/12/2015).

Ia menilai, selama ini para broker gas atau calo gas itu sangat lihai memanfaatkan lemahnya aturan yang ada, sehingga dengan leluasa melakukan praktek penjualan bertingkat dengan modal alakadarnya. Namun menuai margin niaga berlimpah, yang ujung-ujungnya membuat tingginya harga jual gas di konsumen.



Meski Permen ESDM No 37 sudah bagus bila dibandingkan PTK 29 dan Permen ESDM No 03, Fahmi menilai, masih terlalu lunak bagi para pengambil rente karena mengakomodir badan usaha niaga yang hanya membangun infrastruktur sebagai kamuflase agar sah secara aturan untuk menerima alokasi gas dari pemerintah.

Hal itu terjadi di Jawa Timur dan Jawa Barat misalnya. Para trader gas yang hanya membangun pipa sepanjang kurang dari 1 km pun masih berhak mendapatkan alokasi gas dan mereka meraup untung besar.

Dengan fakta terjadi praktek trader bertingkat dengan cara mengakali status sebagai trader berfasilitas ini harus mendapat perhatian serius pemerintah. “Sehingga yang namanya trader gas berfasilitas itu ya yang memang mengembangkan infrastruktur dan tidak hanya mencari rente saja,” tegas Fahmi.

Maraknya perilaku rente yang menyebabkan harga gas tinggi di konsumen adalah karena sampai dengan saat ini tidak ada satu pun peraturan pemerintah yang mengatur tentang margin para broker gas tersebut. BPH Migas saat ini hanya mengatur tarif dan toll fee infrastruktur, sedangkan margin broker dibiarkan bebas tanpa batas.(Nrm/Zul)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya