Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat tengah sibuk membenahi sistem transportasi massal dengan membangun moda Light Rail Transit (LRT).
Tak hanya itu, pemkot Bogor juga melakukan program konversi dari angkutan kota alias angkot menuju Bus Rapid Transit (BRT). Dengan langkah berbenah diri ini, Bogor akan melepaskan predikat sebagai Kota Sejuta Angkot.
"Mudah-mudahan (menanggalkan julukan) dengan penataan angkot, seperti mengubah rute atau rerouting angkot dan membangun LRT demi mengurai kemacetan di kota Bogor," kata Walikota Bogor, Bima Arya di kantor BKPM, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Advertisement
Pertama, Bima menjelaskan, jalur LRT yang dibangun PT Adhi Karya Tbk berlanjut dari Cibubur menuju Bogor. Pemkot Bogor telah memberikan dua titik lokasi stasiun kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu, antara Terminal Baranangsiang dan Terminal kelas A Tanah Baru.
"Dalam waktu dekat, bulan ini harus diputuskan atau disepakati karena masing-masing punya plus minus," ujar dia.
Baca Juga
Kata Bima, keuntungan membangun LRT Cibubur-Bogor, khususnya di Baranangsiang, sudah tersedia lahan di Pusat Kota. Hanya saja pembangunannya akan menimbulkan persoalan volume pergerakan manusia dan barang yang harus diantisipasi.
Sementara di Tanah Baru sesuai dengan masterplan Pemkot Bogor untuk menggeser sentra aktivitas ke pinggiran.
Untuk merealisasikannya, Bima mengaku, harus bekerja keras membebaskan lahan baru apabila LRT akan mengarah ke tujuan Terminal Tanah Baru. Pemkot Bogor pun harus mencari mekanisme pendanaan. "Rencananya target pertengahan 2018, LRT sudah masuk ke kota Bogor," tegas Bima.
Moda transportasi lainnya, membangun koridor utama untuk program konversi dari angkot menuju Bus Transpakuan dari Bogor ke Bubulak pada tahun depan. Koridor ini akan menjadi percontohan sebelum membangun enam koridor lain yang sudah menjadi masterplan Pemkot Bogor.
"Angkot akan berkurang, misalnya dari tiga unit menjadi satu bus saja. Angkot akan diplathitamkan, sehingga jumlah angkot berkurang. Angkot nantinya akan jadi feeder di pinggiran kota," jelas Bima.
Saat ini, Bima menuturkan, Pemkot Bogor hanya memiliki lebih dari 30 unit armada Transpakuan. Sedangkan jumlah ideal BRT yang disediakan untuk tujuh koridor sekitar 400 unit. Investasi pengadaan bus ditaksir sebesar Rp 150 miliar.
Keterbatasan anggaran daerah Kota Bogor, sambungnya, membuka peluang investasi kepada pihak swasta untuk masuk dalam bisnis pengelolaan BRT. Sebab investasi di Kota Bogor mengalir deras sehingga pemerintah perlu mengantisipasi lonjakan penanaman modal di kota Bogor.
"Pihak ketiga atau swasta bisa masuk untuk berinvestasi di proyek terminal Sukaresmi, terminal agribisnis di Rancamaya, pembangunan LRT di Tanah Baru dan aspek lainnya. Sistem harus sudah siap mengatasi kemacetan di Kota Bogor seiring dinamika investasi yang deras masuk ke Bogor. Kalau tidak diatur, bisa menimbulkan masalah," terang Bima. (Fik/Ahm)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6