Malaysia Pesaing Terberat Properti RI Saat MEA

Perkembangan bisnis properti di Indonesia masih jauh ketinggalan dibanding negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 20 Jan 2016, 12:32 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2016, 12:32 WIB
Pertumbuhan Properti 2015 Anjlok
Penampakan apartemen di salah satu kawasan di Jakarta, Senin (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Batam - Pengusaha menilai investasi properti di Indonesia, salah satunya Batam akan tertinggal jauh dibandingkan negara tetangga. Ini terkait dengan regulasi kepemilikan terutama bagi orang asing.

"Dengan kebijakan pemerintah yang selalu  berubah-ubah membuat orang asing yang menginvestasikan properti was-was. Kita akan kalah dengan negara tetangga," ujar Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Rel Estate Indonesia Batam Djaja Roeslim di Batam, Rabu (20/1/2016).

Menurut dia, perkembangan bisnis properti di Indonesia masih jauh ketinggalan dibanding negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Salah satunya terkait kepemilikan properti.

"Di Malaysia contohnya, warga negara asing bisa bebas memiliki properti seperti apartemen, rumah toko dan rumah," jelas Djaja.

Bahkan di Malaysia, warga asing bisa memiliki properti dengan status hak milik. Investor yang membeli properti itu memiliki waktu kepemilikan selama 10 tahun dan bisa diperpanjang.


"Dari situ saja kita nggak bisa lawan. Selain itu batasan harganya juga tidak terlalu tinggi, hanya Rp 1,6 miliar," papar Djaja.

Dengan regulasi seperti itu, Malaysia dikatakan menjadi pesaing berat Indonesia di sektor properti. Padahal, saat ini era perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah berjalan.

"Saat ini sebagian orang-orang Singapura investasinya ke Johor, karena kepastian hukumnya lebih jelas dan batasan harganya tidak terlalu tinggi," ujarnya.

Dia menyebut regulasi menjadi kelemahan Indonesia. "Misalnya di Batam, harus ada penyesuaian dengan harga propertinya. Idealnya, kalau di Batam itu batasan harga jual apartemen Rp 5 miliar, itu sudah sangat mewah," kata dia.

Menurut dia, bila pemerintah bersedia mengubah regulasi maka diyakin sektor properti akan bergairah, karena warga Singapura akan berlomba-lomba memiliki apartemen di kota di Indonesia.

Kalaupun pemerintah ingin melindungi sektor properti lokal, tambah dia, solusinya hanya dengan menaikan tarif pajak mulai dari 10 persen, secara berkala selama peminatnya tinggi.

"Nah dari situ pemerintah bisa untuk membangun rumah murah untuk rakyat tanpa membebani APBN," tegas dia.(Ajang Nurdin/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya