Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha bioskop di Indonesia mengusulkan agar aturan screen time kuota untuk film nasional di bioskop dihapuskan. Aturan ini dinilai justru kontraproduktif dengan harapan meningkatkan kualitas film nasional.
Direktur Cineplex 21 Group T R Anitio mengatakan, kewajiban film lokal tayang 60 persen dari total waktu penayangan film di bioskop dinilai perlu dikaji ulang. Menurutnya, ini justru menurunkan kualitas film lokal yang tayang di bioskop.
"Kita ingin memajukan film nasional kita dukung, enggak ada bedanya sama film barat. Yang kita sarankan adalah enggak perlu ada screen time, tapi kita terapkan satu batas," kata Anitio saat berkunjung ke kantor Liputan6.com, Jakarta, Selasa (23/2/2016).
Advertisement
Â
Baca Juga
Dia mengusulkan salah satu caranya adalah dengan melakukan pembatasan terakit waktu tayang film nasional di bioskop. Jika ada film yang dalam sehari okupansinya kurang dari 30 persen, maka film tersebut dinilai tak layak tayang atau diturunkan dari layar bioskop.
"Jadi kita memproteksi film yang performed (bagus)," katanya.
Dengan adanya screen time quota 60 persen untuk film nasional, semakin banyak film-film nasional yang kualitasnya kurang baik tayang di bioskop, karena untuk memenuhi kuota tersebut.
Anitio menyayangkan hal itu. Pihak bioskop sendiri menayangkan hampir semua film yang diproduksi dan banyak film Indonesia yang diproduksi di bawah standar. Maka dia mengusulkan agar kebijakan tersebut dikaji ulang.
"Waktu sebelum ada UU ini, film nasional berkembang," katanya.
Corporate Secretary Cineplex Catherine Keng menambahkan, jika mengambil contoh Korea, pengurangan screen time quota untuk film nasional justru memajukan film nasional itu sendiri.
"Screen Time Quota sudah tidak dipakai lagi di negara mana pun. Satu-satunya negara yang ada screen time quota adalah Korea Selatan yang telah mengurangi screen quota menjadi hanya 20 persen film lokal di bioskop sejak 2006," kata Catherine.
Di tahun 2006, lanjutnya, market share film Korea naik menjadi 64 persen. (Zul/Ndw)