Industri Perawatan Pesawat RI Miliki Daya Saing di Dunia

Pemerintah melalui paket kebijakan ke delapan telah membebaskan bea masuk 21 pos tarif komponen pesawat udara.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 05 Mar 2016, 11:15 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2016, 11:15 WIB
20151013-Menteri Perindustrian Saleh Husin-Jakarta
Menteri Perindustrian, Saleh Husin saat wawancara khusus bersama tim Liputan6.com di pabrik PT Pan Brother di Tangerang, Banten, Selasa 13/10/2015). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Saleh Husin menegaskan paket kebijakan ekonomi efektif menggairahkan industri perbaikan dan perawatan pesawat (maintenance, repair and overhaul/ MRO).

Daya saing yang menguat memberi peluang lebih besar bagi perusahaan di industri ini berkompetisi dengan perusahaan sejenis di luar negeri.

Pemerintah, melalui paket kebijakan ke-8 telah membebaskan bea masuk 21 pos tarif komponen pesawat udara, menyusul empat pos tarif komponen pesawat udara yang diusulkan Kementerian Perindustrian telah dibebaskan pada 2013.

"Industri penerbangan menjadi lebih efisien dan memiliki daya saing, sehingga dalam menghadapi persaingan usaha industri dalam negeri mempunyai daya saing, utamanya dalam menghadapi MEA," ujar Saleh dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/3/2016).

Perhitungan Saleh, saat ini sebanyak 70 persen di antaranya melakukan perbaikan serta perawatan di perusahaan MRO luar negeri. Hal ini menurut Saleh harus diakui namun dari sisi lain merupakan peta peluang yang dapat dimanfaatkan MRO Indonesia.

"Sebagian besar overhaul-nya di luar negeri. Dengan insentif dan rangsangan dari pemerintah, industri MRO kita terus bergairah untuk menarik peluang itu kembali ke Indonesia. Pesawat yang terbangnya Indonesia ya idealnya service-nya di Indonesia," tutur Saleh.

Sepanjang  2014, merujuk catatan Kemenperin, jasa penerbangan dengan rute nasional meningkat sebesar  18 persen dibandingkan pada 2013, kemudian pada rute internasional mengalami kenaikan sebesar 32 persen.

Sedangkan untuk angkutan barang nasional mengalami kenaikan sebesar 91 persen dan 71 persen untuk rute internasional.

Pada saat ini diperkirakan terdapat  63 maskapai penerbangan nasional, dengan populasi 657 pesawat, yang didominasi oleh pesawat jenis Boeing 737 Series sebanyak 231 buah. Selain itu masih terdapat 182 buah pesawat lainnya yang dimiliki oleh sekolah penerbangan dan perusahaan perkebunan dan pertambangan.

Pemerintah juga telah menerbitkan PP Nomor 69 tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang pada intinya, PP tersebut memberikan insentif yaitu tidak dipungut PPN untuk beberapa jenis alat transportasi, salah satunya adalah pesawat udara.

Kemenperin juga telah memfasilitasi tumbuhnya industri komponen pesawat udara dalam rangka mewujudkan Kemandirian Industri Kedirgantaraan Nasional (Industri Pesawat Udara, Industri Komponen pesawat Udara dan Industri Jasa Perawatan Pesawat Udara) yang ingin dicapai pada tahun 2025.

"Beberapa industri komponen pesawat udara telah tumbuh dan berkembang dan tergabung dalam Indonesia Aircraft Component Manufacturer Association (INACOM)," kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan.

Beberapa produk komponen telah diproduksi antara lain windshield, interior, rotator sayap, landing gear, avionics, radome dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan PT Dirgantara Indonesia dalam membangun pesawat udara N-219.‎ (Yas/Ahm)

 

Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar Mulai Pukul 06.00 - 09.00 WIB. Klik di sini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya