Pemerintah Harus Hadir dalam Program Kelistrikan di Desa Terluar

Saat ini 12.659 desa dari total 74.754 desa di Indonesia belum dialiri listrik.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Mar 2016, 16:37 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2016, 16:37 WIB
20150729-Listrik-PLN
Listrik PLN. (Agus Trimukti/Humas PLN)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan, pemerintah berkomitmen untuk mengaliri listrik ke desa yang terletak di bagian terluar dan terpencil. Komitmen harus dilakukan oleh pemerintah karena tak ada investor yang berminat untuk mengaliri listrik di wilayah tersebut.

"‎Saat ini 12.659 desa dari total 74.754 desa di Indonesia belum dialiri listrik. Sebesar 65 persen dari desa yang belum berlistrik tersebut, terletak di 6 provinsi kawasan Timur Indonesia," kata Sudirman, ‎di Jakarta, Selasa (8/3/2016).

Sudirman mengungkapkan, selama ini pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan perdesaan di daerah terdepan, perbatasan dan pulau-pulau kecil dianggap tidak ekonomis secara bisnis. Sehingga tidak ada investor yang berminat. Selain itu, kondisi geografis, sumber daya manusia dan pendanaan juga merupakan tantangan lain yang dihadapi dalam Program Indonesia Terang (PIT).

“Padahal, jika listrik sudah masuk ke desa, maka akan menumbuhkembangkan perekonomian lokal. Kegiatan usaha berjalan, pendapatan masyarakat dan negara meningkat. Sehingga dapat terus menjadi daya gerak untuk perekonomian yang lebih luas” jelas Sudirman.

Sudirman melanjutkan, perlu kehadiran negara untuk menjembatani jarak‎ keekonomian tersebut. Sehingga listrik dapat dibangun secara mandiri dan berkelanjutan yang berujung pada ketersediaan pasokan listrik untuk rakyat di desa dengan kuantitas dan kualitas yang memadai.

Untuk menutupi jarak tersebut, skema yang bisa ditempuh antara lain melalui mekanisme penyediaan infrastruktur, Feed In Tariff (FIT) dan subsidi harga.

"Skema tersebut untuk menutupi gap keekonomian pembangunan listrik perdesaan. Dana tersebut semacam viability gap fund untuk meningkatkan kelayakan ekonomi pembangunan listrik perdesaan," tutur dia.

‎Subsidi harga tersebut jauh lebih kecil dan bermanfaat ketimbang subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) selama 10 tahun terakhir, negara telah membelanjakan anggaran sebesar Rp. 2.600 triliun dalam bentuk subsidi BBM yang notabene hanya untuk habis dikonsumsi, mencemari lingkungan dan memperbesar keran impor.

Sementara, dalam sepuluh tahun ke depan, PIT hanya perlu 10 persen dari anggaran subsidi yang telah ada. Dana 10 persen ini akan menghasilkan Energi Baru Terbarukan(EBT) yang lebih bersih sesuai dengan komitmen nasional yang sudah tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), yaitu pemenuhan energi primer dari EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025 dalam rangka mewujudkan kemandirian energi bagi Bangsa Indonesia.

Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo menuturkan, potensi pendanaan untuk PIT dapat dilakukan dengan beberapa skema yaitu,‎ Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi, Dana Bagi Hasil Migas, dan Dana Desa.

Penggunaan dana-dana tersebut, dapat dilakukan dengan skema ear marking, yaitu dengan mendedikasikan secara khusus dana tersebut untuk pembangunan listrik perdesaan.

“Untuk penggunaan dana tersebut perlu payung hukum berupa Undang-Undang APBN, yang dalam tahun ini bisa ditampung dalam UU APBNP. Apabila payung hukumnya sudah disepakati, Kementerian Keuangan siap menyediakan dan mengucurkan dana PIT tersebut," tutup Mardiasmo. (Pew/Gdn)


*Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar Mulai Pukul 06.00 - 09.00 WIB. Klik di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya