Setelah 8 Tahun, DPR Sahkan UU Antikrisis Keuangan di Era Jokowi

UU PPKSK ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia untuk mempunyai landasan hukum manajemen krisis.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 17 Mar 2016, 18:41 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2016, 18:41 WIB
20160217-Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro-Jakarta
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - DPR RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan/RUU PPKSK menjadi UU.

Pencapaian tersebut merupakan sejarah baru bagi Indonesia untuk mempunyai landasan hukum manajemen krisis setelah terkatung-katung selama 8 tahun.

"RUU PPKSK dapat disetujui untuk disahkan menjadi U‎U," kata Ketua Rapat Paripurna Taufik Kurniawan saat Pembicaraan Tingkat II Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (17/3/2016).

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro merasa lega dengan hasil keputusan anggota dewan tersebut.

 

Lantaran pemerintah telah menyodorkan RUU PPKSK yang sebelumnya  bernama Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sejak 2008. RUU ini disetujui pengesahannya menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR masa sidang III tahun 2015-2016 pada sore ini.

"Hari ini sangat penting dan bersejarah karena kita telah menyelesaikan keputusan RUU PPKSK di tingkat II. Dibutuhkan waktu 8 tahun pemerintah mulai dari penyampaian sampai Rapat Paripurna hari ini," ujar Bambang.

Bambang menceritakan, RUU JPSK sempat terganjal permintaan DPR untuk mencabut Peraturan Pengganti UU JPSK sehingga disepakati tidak dilanjutkan pembahasannya pada 2014.

Namun Kamis pekan ini, DPR menggolkan UU PPKSK sebagai landasan hukum bagi Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK)‎ dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk masing-masing menjalankan perannya dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan menangani krisis.

RUU PPKSK terdiri dari 8 bab dan 55 pasal. Ruang lingkup RUU ini mencakup 3 hal, yakni pemaantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, penanganan krisis sistem keuangan, serta penanganan permasalahan bank sistemik, baik dalam kondisi stabilitas sistem keuangan normal maupun kondisi krisis sistem keuangan.

Titik berat RUU ini terletak pada pencegahan dan penanganan permasalahan bank sistemik sebagai bagian penting dari sistem keuangan. Pertimbangan utamanya, pertama, permasalahan bank sistemik dapat menyebabkan kegagalan sistem pembayaran yang mengakibatkan tidak berfungsinya sistem keuangan secara efektif dan berdampak langsung pada jalannya roda perekonomian.

Kedua, sebagian besar dana masyarakat saat ini dikelola sektor perbankan, khususnya bank sistemik. Untuk itu perlu dijaga keberlangsungan fungsi dan layanan utama bank dari kemungkinan gagal.

"Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan memegang kendali penuh dalam penanganan krisis sistem keuangan. Presiden juga dapat memutuskan penyelenggaraan atau pengakhiran program restrukturisasi perbankan apabila terjadi masalah perbankan yang membahayakan nasional," ujar Bambang.(Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya