Biaya Ekspor-Impor RI 2 Kali Lebih Mahal Dibanding Singapura

Rata-rata waktu proses ekspor dan impor Indonesia saat ini mencapai tiga setengah hari.

oleh Septian Deny diperbarui 04 Apr 2016, 11:17 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2016, 11:17 WIB
20150915-Bongkar Muat di JICT-Jakarta
Suasana bongkar muat di Jakarta International Contener Terminal (JICT),Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/9/2015). Nilai ekspor Indonesia Agustus 2015 mencapai US$12,70 M atau meningkat 10,79 persen dibanding ekspor Juli 2015. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus berupaya meningkatkan kinerja logistik Indonesia. Pasalnya, saat ini kinerja logistik Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan berdasarkan Logistic Performance Index yang dirilis oleh Bank Dunia pada 2014, kinerja logistik Indonesia berada jauh di bawah Singapura dan Malaysia. "Bahkan di bawah Thailand dan Vietnam," ujarnya di Jakarta, Senin (4/4/2016).

Rata-rata waktu proses ekspor dan impor Indonesia saat ini mencapai tiga setengah hari. Sementara di Singapura hanya selama dua hari. Bahkan proses ekspor dan impor di Vietnam hanya selama satu hari.

Demikian juga soal biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha saat melakukan kegiatan ekspor dan impor. Di Indonesia, proses tersebut membutuhkan biaya US$ 573, sementara biaya ekspor dan impor di Singapura hanya sekitar 50 persen dari jumlah tersebut. "Bahkan di Vietnam, biaya ini hanya 45 persen dari biaya di Indonesia," kata dia.

Sementara dalam Ease of Doing Business 2015 yang juga dirilis oleh Bank Dunia, posisi Indonesia juga berada di bawah negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Dalam indikator perdagangan lintas negara yang menilai kinerja prosedur ekspor dan impor, Indonesia berada di peringkat ketujuh di ASEAN.

Untuk diketahui, Bank Dunia mengukur kemudahan berusaha di 189 negara melalui survei. Survei dilakukan setiap periode Maret-Juni. Hasil survei ini menempatkan Indonesia di posisi 109 pada awal tahun ini. Peringkat ini jauh di bawah posisi negara tetangga, seperti Malaysia di peringkat 18, Thailand ke-48 dan Vietnam di peringkat 90.

Melihat angka tersebut, pemerintah berencana menerbitkan pedoman dan kembali merevisi berbagai aturan yang berkaitan dengan kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business (EODB). Upaya tersebut untuk menindaklanjuti target Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membawa Indonesia menapaki peringkat ke-40 pada 2017 dalam indeks kemudahan berbisnis. 

Berbagai kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan instansi dilibatkan untuk memperlancar masyarakat berusaha. Pihak yang terkait ini meliputi Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Mahkamah Agung, dan Kementerian Dalam Negeri.

Adapula Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah KUKM), serta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya