Gaji Rp 4,5 Juta Bebas Pajak, Langkah Pemerintah Dongkrak Ekonomi

Pemerintah berencana menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak menjadi Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta setahun.

oleh Agustina MelaniFiki Ariyanti diperbarui 07 Apr 2016, 22:06 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2016, 22:06 WIB
Pemprov Banten Incar 44 Ribu Wajib Pajak Gunakan e-Filling
Pemerintah Provinsi Banten menargetkan 44 ribu wajib pajak dapat menggunakan e-Filling, sistem pelaporan dan pembayaran pajak.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi. Berbagai upaya dilakukan, dan salah satu adalah dengan menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rp 54 juta setahun atau Rp 4,5 juta per bulan.

Kenaikan PTKP itu berlaku untuk pekerja lajang. Bagi pekerja yang memiliki suami dan istri, serta anak akan ada hitungan sendiri. Pada tahun lalu, pemerintah juga telah menaikkan PTKP menjadi Rp 36 juta setahun atau Rp 3 juta.

Pemerintah pun telah melapor rencana itu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menuturkan rencana itu mendapatkan sambutan baik dari DPR. Lantaran kenaikan PTKP dapat mendongrak pertumbuhan domestik bruto (PDB).

Bambang menambahkan, bila DPR menyetujui rencana itu maka pemberlakuan aturan baru PTKP akan dilaksanakan pada Juni.

Dengan melihat kondisi itu, apa alasan pemerintah menaikkan PTKP tersebut? Bagaimana dengan risiko kenaikan PTKP itu? Berikut rangkumannya seperti ditulis Kamis (7/4/2016):

Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

Terlihat latar belakang gedung dan bangunan kota Jakarta, Sabtu (9/1/2016). Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2016 diprediksi akan berada di angka 5%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah menetapkan pertumbuhan 5,3 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Dengan target pertumbuhan ekonomi itu perlu banyak upaya untuk bisa mencapainya. Salah satunya adalah dengan kenaikan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rp 4,5 juta per bulan.

Bambang menuturkan, kenaikan PTKP meningkatkan konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi pada 2016. "Efeknya yang penting bisa menambah pertumbuhan ekonomi 0,16 persen, termasuk dari sumber konsumsi rumah tangga dan investasinya," ujar dia.

Bambang mengatakan, pemerintah berharap kebijakan itu dapat kembali memperkuat daya beli masyarakat yang sempat terpuruk akibat ekonomi nasional dan global melemah. Hal itu juga didukung dari harga komoditas yang merosot.

Selain itu, upah minimum di provinsi, kabupaten/kota juga naik setiap tahun. "Kami berharap ini bisa menyumbang penguatan daya beli masyarakat karena seorang yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta tidak harus bayar pajak. Jadi bisa dipakai buat konsumsi. Sekarang saja yang di Karawang UMK Rp 3,3 juta sudah kena pajak karena PTKP kemarin kan Rp 3 juta," jelas dia.

Penerimaan Negara Hilang Rp 18 Triliun

Petugas merapikan uang di Kantor Kas Bank Mandiri, Jakarta, Senin (4/1/2016). Nasib rupiah di tahun 2016 sulit menguat di tengah tingginya permintaan dollar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Keuangan menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp 3 juta per bulan menjadi Rp 4,5 juta per bulan. Aturan akan terbit pada Juni 2016, dan berlaku surut mulai Januari 2016 untuk memfasilitasi rencana tersebut.

"Aturannya baru dikeluarkan Juni nanti, tapi berlaku untuk tahun pajak ini. Berlaku mundur dihitung dari Januari 2016," tegas Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Dengan kebijakan penyesuaian PTKP tersebut, Bambang menuturkan, pemerintah tidak perlu lagi setiap tahun harus menaikkan PTKP. Pasalnya saat ini batas PTKP sudah menjadi Rp 54 juta setahun. "Supaya nanti tidak usah naik tiap tahun," kata dia.

Akan tetapi, ada kebijakan tersebut juga membuat penerimaan pajak hilang Rp 18 triliun pada 2016. "Loss penerimaan sekitar Rp 18 triliun," tegas Bambang.

Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan pajak sekitar Rp 1.360 triliun pada 2016. Bambang menuturkan, realisasi penerimaan pajak pada kuartal I tahun ini lebih rendah Rp 4 triliun. Jika realisasi pajak periode yang sama di 2015 sebesar Rp 198 triliun, akan kuartal I ini hanya mencapai Rp 194 triliun. "Pokoknya dibanding tahun lalu 4 triliun lebih rendah," kata dia.

Bambang mengatakan, turunnya penerimaan pajak tersebut salah satunya disebabkan rendahnya realisasi pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini diperkirakan lantaran tingkat konsumsi masyarakat masih terhitung minim pada awal tahun ini.

Pengusaha Sambut Baik

Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Pengusaha menyambut baik rencana pemerintah menaikkan batas penghasilan tak kena pajak. Hal itu lantaran dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga membantu karyawan dan pengusaha.

Akan tetapi, pengusaha meminta gaji yang dibebaskan dari pajak harusnya lebih besar di batas minimum Rp 6 juta per bulan untuk penghasilan tak kena pajak.

Chairman Garuda Food Group, Sudhamek AWS mengatakan, kebijakan pemerintah dalam menyesuaikan batas PTKP tahun ini sangat bijaksana. Pengusaha dan karyawan akan sama-sama merasakan untung dari kenaikan PTKP tersebut.

"Buat pengusaha tidak ada masalah, itu malah baik. Karena selama ini Pajak Penghasilan (PPh) yang memikul pengusaha, jadi kalau PTKP dinaikkan beban pengusaha tidak bertambah, dan buat karyawan bagus untuk meningkatkan daya beli," kata anggota KEIN itu di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (7/4/2016).

Sudhamek menilai, penetapan batas PTKP ini masih dianggap terlalu kecil. "Nilai inflasi meningkat, sebenarnya Rp 4,5 juta batas PTKP itu jumlah kecil. Harusnya bisa lebih revolusioner, misalnya Rp 6 juta sebulan," tegas Sudhamek.

Hal senada dikatakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani. Ia menuturkan, kenaikan gaji yang bebas pajak sangat bagus untuk mendongkrak daya beli masyarakat di situasi perlambatan ekonomi seperti sekarang ini, meskipun beban pengusaha tetap berat dengan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

"PTKP dinaikkan bagus untuk meningkatkan daya beli masyarakat, tapi dari sisi cost, kita bayar iuran jaminan (BPJS) lebih mahal karena plafon dua kali lipat dari PTKP. Gaji di atas Rp 4,725 juta per bulan, harus bayar‎, tapi terkompensasi kok," ujar Hariyadi. (Fik/Ahm/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya