Begini Strategi Pemerintah Tambah Keterampilan Tenaga Kerja RI

Pada tahun lalu dari 122,38 juta angkatan kerja, hampir separuh atau sebanyak 50,8 juta adalah lulusan SD ke bawah.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Apr 2016, 21:02 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2016, 21:02 WIB
Tenaga Kerja
Pekerja asal Tiongkok menyerbu Jawa Timur untuk menjadi pembantu rumah tangga, penjual sayur keliling hingga buruh pabrik.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan membentuk Satuan Tugas (Task Force) guna meningkatkan keterampilan dan keahlian tenaga kerja Indonesia, khususnya bagi lulusan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Program pelatihan ini harus menjadi program prioritas dari sisi sumber daya manusia (SDM).

Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut, pada tahun lalu dari 122,38 juta angkatan kerja, hampir separuh atau sebanyak 50,8 juta adalah lulusan SD ke bawah.

Sementara lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 20,7 juta, dan lulusan SMA sebanyak 19,8 juta. Kondisi tersebut membuat Indonesia sulit mendapatkan tenaga kerja dengan kualifikasi keterampilan dan keahlian yang cukup.


“Angka ini memprihatinkan sehingga kita membutuhkan percepatan peningkatan kompetensi melalui pendidikan keterampilan,” kata Darmin saat Rakor Pelatihan Tenaga Kerja di kantornya, Jakarta, Jumat (15/4/2016).

Darmin menegaskan, Indonesia tidak dapat mengandalkan pendidikan formal, tapi juga membutuhkan pendidikan keterampilan. “Tapi jangan fokus pada Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah saja, swasta juga harus terlibat,” jelas dia.

Secara kelembagaan, sudah ada Badan Nasional Sertifikasi Nasional (BNSP) dan BLK. Tapi faktanya, pemerintah merasa perlu mengajak banyak pihak untuk terlibat mengembangkan pelatihan-pelatihan. Bahkan perlu memasukkan program ini sebagai program prioritas. “Kita akan membentuk task force untuk membahas hal ini,” kata Darmin.

Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri  menambahkan, kompetensi akan dihargai setara dengan pendidikan formal karena mereka memiliki sertifikat dan standar kualitas yang jelas. Bahkan, lembaga-lembaga pelatihan akan diakreditasi dan lulusannya akan mendapat sertifikat.

“Rekrutmen karyawan juga sebaiknya mengenal standar kompetensi. Misalnya, dicari karyawan dengan syarat pendidikan minimal SMA atau sederajat atau memiliki standar kompetensi,” kata Hanif.(Fik/nrm)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya