Rupiah Tembus 13.650 per dolar AS di Awal Pekan

Sentimen yang pengaruhi laju nilai tukar rupiah antara lain kekhawatiran pelaku pasar terhadap rencana the Fed soal suku bunga.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 30 Mei 2016, 13:08 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2016, 13:08 WIB
20151009-Dollar-Turun
Pengunjung mendatangi tempat penukaran uang di Jakarta, Jumat (9/10/2015). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (9/10/2015) mengalami penguatan, bahkan bergerak ke level Rp 13.400. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah bahkan sampai menembus 13.650 per dolar AS. Pelemahan ini disebabkan faktor domestik dan global.

Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih ‎mengatakan, dari dalam negeri pelemahan rupiah terhadap dolar AS dipengaruhi oleh permintaan dolar yang meningkat. Dia menuturkan, permintaan dolar ini dipengaruhi oleh sejumlah korporasi yang membayarkan utang sampai pembayaran dividen pada Juni.

"‎Dalam negeri pembelian (permintaan dolar) yang besar untuk Juni. Untuk bayar utang, repatriasi, impor," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (30/5/2016).

Dari luar negeri, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh aksi spekulasi pelaku pasar menanggapi rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) untuk menaikan suku bunga acuan.

"‎Ini terkait data pidato Janet Yallen kemarin yang mengkonfirmasi kenaikan suku bunga di AS. Jadi ekspektasi semula September atau Desember tapi mengindkasi awal Juni atau Juli. Tapi masih membuat penguatasan dolar AS, Asia juga melemah," jelas dia.

Dia menuturkan, hal tersebut hanya bersifat sementara atau temporer. Ia menuturkan, ‎pelemahan ini akan segera berakhir seiring dengan kepastian kenaikan suku bunga The Fed. Dia menambahkan, AS bakal segera menaikan suku bunga dalam waktu dekat mengingat kondisi ekonomi AS yang membaik.

Lana juga mengatakan, pelemahan rupiah kali ini tidak akan separah seperti kenaikan suku bunga acuan AS pada penghujung tahun lalu. Hal tersebut mengingat banyak korporasi telah melakukan lindung nilai (hedging) sehingga mengurangi permintaan akan dolar.

"‎Kewajiban hedging korporasi swasta mulai membaik. Mereka mengerti dengan membeli hedging, data Bank Indonesia (BI) meningkat 85 persen yang punya utang hedging," tutur dia.

Hal senada dikatakan pengamat pasar uang Farial Anwar. Ia menuturkan, fokus pelaku pasar masih terhadap masalah sama soal kebijakan bank sentral AS terkait suku bunga. Kondisi ini, menurut Farial sama seperti tahun 2015. Ketika itu, pasar mengalami gejolak luar biasa terhadap rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS.

Meski demikian, Farial menuturkan, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak separah tahun 2015. Hal itu mengingat rencana bank sentral AS tidak terlalu mendominasi pasar keuangan. Selain itu, harga komoditas juga masih cenderung lebih baik ketimbang 2015. Pergerakan harga komoditas ini mempengaruhi ekspor Indonesia, dan China menjadi salah satu negara tujuan ekspor Indonesia.

Tak hanya itu, Farial menilai, pengeluaran pemerintah Indonesia juga lebih baik ketimbang tahun lalu. Pengeluaran pemerintah, Farial memperkirakan akan lebih besar. Farial. menambahkan, peringkat Indonesia juga akan membaik yang akan diberikan oleh lembaga pemeringkat internasional S&P.

"Peringkat Indonesia membaik akan membuat pergerakan rupiah tidak seperti tahun 2015. Maksimal nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di 13.700," ujar dia.

Sebagai informasi, berdasarkan data Bloomberg pukul 10.17 WIB nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada 13.646 per dolar AS. Rupiah sempat dibuka ke level 13.627 pada awal perdagangan Senin ini. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kini bergerak di kisaran 13.578-13.653.

Sedangkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), posisi rupiah berada di kisaran 13.641 per dolar AS dari posisi 27 Mei 2016 di kisaran 13.575 per dolar AS. (Amd/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya