Menkeu Beberkan Alasan Rupiah Melemah ke 13.700 per Dolar AS

rupiah terdepresiasi akibat meningkatnya kebutuhan atau permintaan dolar AS di dalam negeri

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Mei 2016, 14:10 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2016, 14:10 WIB
20160217-Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro-Jakarta
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro menyatakan ada dua faktor pemicu anjloknya nilai tukar rupiah hingga menembus 13.700 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu. Penyebab utama karena maraknya spekulasi atas sinyal kenaikan suku bunga The Federal Reserve.

"Rupiah melemah karena rencana The Fed menaikkan suku bunga acuan dua kali dalam setahun ini. Jadi kemungkinan ‎itu yang dijadikan bahan spekulasi. Dan itu terjadi pada seluruh mata uang di emerging market," kata Bambang ditemui di Plaza Sarinah, Jakarta, Minggu (29/5/2016).

Selain dari faktor eksternal, sambungnya, rupiah terdepresiasi akibat meningkatnya kebutuhan atau permintaan dolar AS di dalam negeri. ‎"Penyebab lain, karena kebutuhan (dolar AS) dalam negeri meningkat lantaran perusahaan asing banyak yang bayar dividen," Bambang menjelaskan.

Ketika dimintai konfirmasi terkait pelarian dana asing (capital outflow) di pasar modal akhir-akhir ini, Bambang menegaskan hal itu wajar. "Ah itu (pelarian dana asing) biasa. Keluar masuk sudah biasa," ucapnya.

Meski rupiah ambruk, katanya, pemerintah tidak perlu melakukan lindung nilai atau hedging terhadap utang pemerintah pusat. "Utang tidak perlu di-hedge. Biasa saja, karena tidak ada risiko buat kita. Utang kita kan mayoritas dalam denominasi rupiah," jelas Bambang.

Seperti diketahui, total utang pemerintah pusat Indonesia sudah menembus ‎Rp 3.279,28 triliun per April 2016 atau naik Rp 42,67 triliun dari total utang bulan sebelumnya sebesar Rp 3.236,61 triliun. Utang tersebut dinilai masih sangat kecil daripada negara lain di dunia yang ukuran ekonominya seperti Indonesia.

Bambang mengungkapkan, utang pemerintah pusat Indonesia membengkak karena dua faktor. Salah satunya adalah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Utang pemerintah pusat naik karena depresiasi kurs rupiah dan kita merealisasikan utang ‎untuk tahun ini," tegas Bambang.

Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan berupaya mengendalikan laju utang pemerintah pusat supaya tetap berada pada kisaran yang aman. Utang pemerintah pusat senilai Rp 3.279 triliun setara dengan rasio 27 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kita kendalikan utang itu, sehingga masih 27 persen dari PDB. Rasio utang itu sudah kecil ‎sekali dibanding ukuran negara di dunia, yang setara dengan Indonesia ya. Jadi masih sangat terkendali," terang Bambang.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya