Dirjen Bea Cukai: Harga Rokok RI Lebih Mahal dari Jepang

Harga jual rokok di Indonesia lebih mahal dibanding rokok di Singapura dan Jepang dilihat dari kemampuan daya beli masyarakat Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Agu 2016, 14:32 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2016, 14:32 WIB
20151103-Program-Pencegahan-Akses-Pembelian-Rokok-oleh-Anak-Jakarta--Wiwiek-Yusuf-IA
Spanduk program pencegahan akses pembelian rokok terlihat di gerai Indomaret, Jakarta, Selasa (3/11). Program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pelarangan pembelian produk tembakau oleh anak di bawah 18 tahun. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) menyatakan, harga jual rokok di Indonesia lebih mahal ketimbang negara maju, seperti Singapura dan Jepang. Perhitungan tersebut jika didasarkan kepada sisi pendapatan masyarakat atau daya beli. Pernyataan dari DKBC kemenkeu ini menjawab pernyataan berbagai pihak mengenai harga rokok dan tarif cukai di Tanah Air termasuk yang terendah di dunia.

Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan bahwa harga rokok di Indonesia secara nominal lebih rendah dari Singapura dan negara maju lainnya. Namun dari sisi pendapatan atau daya beli masyarakat (PDB per kapita), harga jual rokok ini termasuk yang tertinggi.

"Kalau dari nominal, harga jual rokok kita lebih rendah dari Singapura dan negara maju lain. Tapi sebenarnya harga jual per batang rokok termasuk yang tertinggi jika dilihat dari kemampuan daya beli masyarakat atau PDB per kapita per hari," jelas Heru di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (22/8/2016).

Mengutip data, Heru mengatakan, harga jual rokok di Indonesia lebih mahal dibanding rokok di Singapura dan Jepang dilihat dari kemampuan daya beli masyarakat Indonesia. Ia menyebut, perbandingan harganya, rokok di Indonesia 0,8 persen dari PDB per kapita per hari, sedangkan di Jepang hanya 0,2 persen. "Jadi jangan hanya dilihat dari nominalnya saja, karena ternyata harga rokok kita lebih mahal," tutur Heru.

Sebelumnya, Head of Regulatory Affairs, International Trade and Communications PT HM Sampoerna Tbk (Sampoerna), Elvira Lianita menegaskan pernyataan harga rokok di Indonesia yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain perlu dilakukan kajian yang menghitung daya beli masyarakat di masing-masing negara.

"Jika kita membandingkan harga rokok dengan PDB per kapita di beberapa negara, maka harga rokok di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura," ucap Elvira.

Untuk diketahui, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menjelaskan bahwa harga rokok di Indonesia tergolong terendah di dunia. Ketua Pengurus Harian YLKI dan Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi menuturkan, kenaikan harga rokok akan bermanfaat bagi negara karena bisa mendongkrak pendapatan cukai yang bisa meningkat 100 persen dari sekarang.

"Sudah seharusnya rokok dijual mahal, sebagai instrumen pembatasan, pengendalian. Di negara maju harga rokok lebih dari Rp 100 ribu," tuturnya Tulus dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (21/8/2016).

Tak hanya itu, lanjut Tulus, harga rokok yang mahal bisa menurunkan tingkat konsumsi rokok di rumah tangga miskin. "Ini hal yang sangat logis, karena 70 persen konsumsi rokok justru menjerat rumah tangga miskin," ujarnya.

Data BPS setiap tahunnya menunjukkan, pemicu kemiskinan di rumah tangga miskin adalah beras dan rokok. Dengan harga rokok mahal, lanjut Tulus, keterjangkauan mereka terhadap rokok akan turun.

Menurunnya konsumsi rokok di rumah tangga miskin akan berefek positif terhadap kesejahteraan dan kesehatan mereka. "Budget untuk membeli rokok langsung bisa dikonversi untuk membeli bahan pangan. Selain berefek negatif, rokok tidak mempunyai kandungan kalori sama sekali," paparnya. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya