Uang Muka KPR Turun, Penjualan Rumah Bakal Naik 10 Persen

Penurunan uang muka dianggap tepat di tengah turunnya daya beli masyarakat terhadap hunian.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Sep 2016, 09:45 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2016, 09:45 WIB
Ilustrasi Investasi Rumah
Ilustrasi Rumah | Via: liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan uang muka kepemilikan rumah pertama menjadi 15 persen disambut baik oleh pengembang. Kebijakan ini akan meningkatkan penjualan rumah hingga 10 persen.

Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan, dengan penurunan batas minimal uang muka kepemilikan rumah ini memberikan keringanan bagi masyarakat untuk memiliki rumah. Hal ini dianggap tepat di tengah turunnya daya beli masyarakat terhadap hunian.

"Dengan adanya relaksasi LTV, rumah pertama uang mukanya jadi 15 persen, masyarakat akan lebih ringan untuk mendapatkan rumah dari sisi kemampuan membayar uang muka. Ini akan sangat positif bagi pertumbuhan bisnis perumahan. Termasuk untuk rumah kedua dan ketiga direlaksasi masing-masing 5 persen," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Adanya kebijakan ini, lanjut Eddy, diyakini akan mendorong penjualan rumah yang pada semester I tahun ini tengah lesu. Dia memperkirakan setidaknya terjadi kenaikan penjualan rumah hingga 10 persen karena ada kemampuan masyarakat untuk membayar uang muka rumah yang akan dibeli atau dikredit.

"Ini akan terjadi peningkatan penjualan untuk perumahan komersil, karena yang tadinya tidak mampu DP (down payment) 20 persen, dengan diturunkan jadi 15 persen jadinya mampu. Diperkirakan ada peningkatan penjualan 5 persen-10 persen karena relaksasi tersebut," kata dia.

Eddy berharap kebijakan ini segera efektif diterapkan. Dengan demikian, pengembang tinggal melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait penurunan uang muka ini.

"Kalau peraturan ini efektif, bank sudah mulai menjalankannya, itu tinggal sosialisasi pengembang saja. Artinya pengembang ‎membuat brosur-brosur baru dan sosialisasi ke konsumen. Ini akan segera terasa setelah dilakukan hal itu. Ini harus sering disuarakan supaya konsumen perumahan jadi tahu," tandas dia.

Seperti diketahui, BI telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value (LTV) untuk kredit properti pada 29 Agustus 2016. Aturan ini mengatur ketentuan down payment (DP) rumah atau uang muka.

Dalam PBI ini, Bank Indonesia kembali melonggarkan aturan mengenai LTV untuk beberapa kategori kepemilikan rumah, salah satunya untuk pembelian rumah pertama.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprodential Filianingsih Hendrata saat berbincang dengan wartawan mengungkapkan, untuk kepemilikan rumah pertama yang pertama LTV hanya 80 persen kini menjadi 85 persen.

"Dengan ketentuan sekarang maka DP yang harus disediakan untuk rumah pertama 15 persen, rumah kedua 20 persen dan rumah ketiga 25 persen," kata Filianingsih di Gedung Bank Indonesia.

Fili menjelaskan,  PBI itu memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh perbankan sebagai penyelenggara kredit.

Pertama, yang bisa menggunakan PBI ini hanya perbankan yang memiliki rasio kredit bermasalah (NPL) dari total kreditnya di bawah 5 persen. Jika tidak memenuhi hal ini, maka bank hanya bisa menjalankan aturan yang lama, dimana DP kepemilikan rumah pertama sebesar 20 persen, atau rasio LTV yang diberikan 80 persen.

‎"Kalau kita memilih pasti kita akan memilih bank-bank yang DP nya kecil, makanya ini insentif agar bank-bank bisa memitigasi risikonya," tegas dia.

Tak hanya itu, dalam PBI ini juga ada kelonggaran bagi masyarakat yang ingin membeli rumah kedua. Jika dulunya untuk mekanisme pembelian rumah kedua tidak bolah inden, dalam PBI ini bisa dilakukan.

Fil menjelaskan pelonggaran ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas kredit perbankan dan mendorong penyaluran kredit, sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung.

‎"Perkembangan properti residensial melambat penjualannya. Dan kami lihat secara yoy dan pertumbuhan harga baik kecil menengah dan besar dia sama, melambat. Tidak secepat 2013," ujar dia. (Dny/Ahm)

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya