Pengusaha Kecewa DPR Tolak Subsidi Energi Baru Terbarukan

DPR menolak pemberian subsidi EBT sebesar Rp 1,1 triliun pada tahun depan.

oleh Nurmayanti diperbarui 22 Sep 2016, 13:13 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2016, 13:13 WIB
Panas Bumi merupakan salah satu energi baru terbarukan.
Panas Bumi merupakan salah satu energi baru terbarukan.

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha listrik yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Listrik Seluruh Indonesia (APLSI) kecewa dengan ditolaknya subsidi Energi Baru Terbarukan (EBT) oleh Badan Anggaran DPR-RI.

DPR menolak pemberian subsidi EBT yang diajukan pemerintah sebesar Rp 1,1 triliun pada tahun depan.  

Penolakan ini dinilai akan berdampak panjang bagi masa depan kedaulatan energi dan komitmen kerjasama internasional di bidang lingkungan.

Hal tersebut diutarakan Ketua Harian APLSI Arthur Simatupang di Jakarta.

“Bagaimana dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan gas emisi kaca pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan atau kerjasama internasional pada pertemuan COP 21 tentang perubahan iklim,” jelas dia dalam keterangannya, Kamis (22/9/2016).

Dia mengatakan, pemerintah sudah seharusnya mendorong realisasi pengembangan Energi Terbarukan secara besar-besaran. Sebab dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), di sana juga telah dipatok target porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen dalam bauran energi hingga 2025.

“Untuk mencapai target itu, salah satu kebijakan yang diperlukan adalah subsidi EBT,” pungkas Arthur.

Sejalan dengan Arthur, Wakil Bendahara Umum APLSI Rizka Armadhana mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan penolakan subsidi itu.

“APLSI sangat menyesalkan subsidi energi terbarukan ditolak Banggar,” ujar dia.

Dikatakannya, pengembangan EBT sangat penting dan strategis bagi kedaulatan energi nasional. Sebab itu, DPR dan pemerintah diharapkan bisa menawarkan skema insentif atau pembiayaan lain untuk menjaga ketahanan energi nasional. 

“Ada skema insentif lain misal perpajakan atau dana ketahanan energi seperti sawit untuk mendukung EBT,” ujar Rizka.

Pihaknya juga mengusulkan alternatif subsidi. “Misalnya seyogyanya pengembangan EBT di satukan ke dalam anggaran subsidi PLN, seperti energi primer lainnya (gas/diesel) dan tidak dipisah-pisahkan,” pungkas dia.

 Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengajukan subsidi kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk EBT dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2017.

Subsidi ini untuk memuluskan subsidi energi yang sumbernya tidak pernah habis, seperti matahari, aliran panas bumi, geoterma, dan sebagainya. Kementerian mengajukan subsidi sebesar Rp 1,1 triliun dengan catatan kurs rupiah berada di level Rp 13.500 per US$. Namun, Banggar memutuskan menolak subsidi itu.(Nrm/Ndw)

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya