Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) memilih untuk menunggu keputusan pemerintah terkait dengan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi dan Premium pada 1 Oktober 2016.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja telah memberi sinyal harga solar bersubsidi dan premium mengalami perubahan.
"Saya belum dengar. Jadi saya lebih memilih menunggu saja seperti apa," kata Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro dalam diskusi Energi Kita, di Jakarta, Minggu (25/9/2016).
Khusus untuk Premium, menurut Wianda, Pertamina ingin pemerintah melihat kondisi saat ini yang sudah mulai ditinggalkan masyarakat beralih ke BBM jenis pertamax dan pertalite. karena itu, sebaiknya ‎harga Premium tetap bersaing dengan kedua jenis BBM tersebut.
Sementara itu, Pengamat energi Pri Agung Rakhmanto menilai penyesuaian harga BBM di awal Oktober tak perlu dilakukan.
Baca Juga
Sebab, harga minyak yang dijadikan parameter pembentukan harga solar subsidi dan premium dalam tiga bulan terakhir tidak mengalami banyak perubahan. Harga minyak bergerak di kisaran US$ 40-US$ 50 per barel dan kondisi tersebut diperkirakan hingga akhir tahun.
"Harga minyak relatif masih stagnan hingga akhir tahun dengan fluktuasi di kisaran US$ 40-US$ 50 per barel. Jadi relatif masih tidaK banyak berubah dibandingkan 3 bulan terakhir ini," kata Pri Agung saat berbincang dengan Liputan6.com.
Dia melanjutkan, parameter lain pembentukan harga solar subsidi dan premium yaitu kurs dolar Amerika Serikat (AS) yang dalam tiga bulan belakangan juga mengalami pelemahan.
"Di sisi lain nilai tukar rupiah berpotensi ada penguatan hingga di kisaran Rp 13 ribu‎ per dolar," tutur Pri Agung.
Menurutnya, dengan melihat dua indikator tersebut maka sebaiknya harga solar bersubsidi dan premium tidak perlu mengalami‎ perubahan pada periode 1 Oktober sampai Desember.
Hal tersebut, sejalan dengan keinginan pemerintah untuk menjaga ‎kestabilan ekonomi.
"Menurut saya sebaiknya tetap. Karena ini juga sejalan dengan garis kebijakan pemerintah yang mengedepankan stabilitas ekonomi di dalam penetapan harga BBM," tutup Pri Agung.‎
Advertisement
Â