Harga Minyak Goreng Naik, Ini Penjelasan Produsen

Rata-rata kenaikan harga minyak goreng dalam kemasan sekitar Rp 2.000 per liter.

oleh Septian Deny diperbarui 28 Sep 2016, 10:44 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2016, 10:44 WIB
Rata-rata kenaikan harga minyak goreng dalam kemasan sekitar Rp 2.000 per liter.
Rata-rata kenaikan harga minyak goreng dalam kemasan sekitar Rp 2.000 per liter.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak goreng dalam kemasan di supermarket dan ritel modern naik. Rata-rata kenaikan harga minyak goreng tersebut sekitar Rp 2.000 per liter.

Direktur Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga mengatakan, kenaikan tersebut merupakan penyesuaian harga yang dilakukan oleh supermarket dan ritel modern terhadap produk minyak goreng dalam kemasan.

Kenaikan harga ini terhitung besar karena akumulasi penyesuaian harga yang biasanya dilakukan oleh supermarket dan ritel modern per bulan.

"Kalau di supermarket perubahan harganya per bulan. Kalau di pasar tradisional kan setiap ada perubahan harga dia juga ikut berubah. Jadi ini akumulasi dari kenaikan harga minyak goreng," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (28/9/2016).

Sahat juga mengakui, sebenarnya kenaikan harga minyak goreng juga terjadi mulai dari tingkat produsen. ‎Jika melihat sejak awal tahun ini, tren harga harga minyak goreng terus mengalami peningkatan. Lonjakan harga ini diprediksi berlangsung hingga akhir tahun.

"Kenaikan harga ini dari produsen, jadi mereka (ritel modern) antisipasi. Dari Januari harga itu Rp 7.800 per liter, kemudian di April Rp 10.200 per liter, pada Juni-Juli turun waktu Lebaran, tapi Agustus naik lagi jadi Rp 10.800 per liter. Sampai akhir tahun ini mungkin jadi Rp 11.500-Rp 12.000 per kg," jelas dia.

Dia mengungkapkan, tren kenaikan harga minyak goreng ini tidak lepas dari produksi yang terus menurun akibat bahan baku sawit yang berkurang. Hal ini sebabkan oleh adanya El Nino pada akhir tahun lalu sehingga membuat perkebunan sawit menjadi tidak produktif.

"Kenaikan ini karena produk berkurang, karena El Nino di 2015. Menurut perhitungan kami sekitar 10 persen volume produksi di kebun berkurang. Jadi dampak El Nino masih terasa sampai sekarang," tandas dia. (Dny/Gdn)

 

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya