Liputan6.com, Jakarta Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) mempertanyakan keputusan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang memberikan surat persetujuan impor (SPI) sapi bakalan kepada tiga perusahaan penggemukan sapi (feedloter).
Ketiga perusahaan tersebut yaitu PT Santosa Agrindo, PT Austasia dan PT Great Giant Liverstock.
Direktur Eksekutif Gapuspindo Joni Liano menilai, pemberian SPI kepada tiga perusahaan tersebut dinilai diskriminatif. Sebab sebanyak 39 perusahaan feedloter di bawah Gapuspindo juga telah mengajukan izin impor sapi bakalan pada 24 Agustus 2016. Namun mereka tidak mendapatkan respon dari Kemendag.
Baca Juga
"Saya tidak tahu dasarnya apa (memberikan SPI pada tiga perusahaan tersebut). Padahal semua feedloter sudah mengajukan permohonan izin untuk caturwulan III ini sesuai dengan aturan, sudah mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian," ujar dia di Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Joni menjelaskan, pengajuan izin impor tersebut biasanya dilakukan secara online dan akan langsung ditolak jika dokumen yang dipersyaratkan tidak lengkap.
Advertisement
Sejauh ini, pengajuan izin impor oleh 39 perusahaan feedloter telah diterima oleh sistem online tersebut, namun hingga saat ini belum ada respon apakah pengajuan impor tersebut diberikan atau tidak.
"Izin itu diterima dengan sistem online, kalau sistem ini menolak biasanya karena dokumen nggak lengkap. Dan kalau diterima, sesuai aturannya dalam 2 hari kerja permohonan itu harus sudah direspon. Tapi sampai sekarang belum ada respon. Dan tiba-tiba pada 23 September terbit hanya tiga perusahaan itu. Ini yang mengejutkan, dasar penerbitan ini apa? Wong pengajuannya sama, ini yang kita pertanyakan," jelas dia.
Menurut Joni, apa yang dilakukan oleh Kemendag ini justru akan menciptakan persaingan usaha tidak sehat dan mendorong terjadinya oligopoli. Sebab kuota impor sapi bakalan hanya diberikan pada tiga perusahaan tersebut.
"Kalau begini caranya Menteri Perdagangan sendiri yang mendorong persaingan usaha nggak sehat, oligopoli karena bentuknya kartel. Kami akan minta ke KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) untuk diselidiki," tandas dia.(Dny/Nrm)