Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong agar lembaga legislatif dan eksekutif segera menyelesaikan revisi Undang-Undang (UU) Minyak dan Gas Bumi (Migas). Dengan selesainya revisi UU Migas tersebut bisa meningkatkan gairah kegiatan hulu migas yang berujung pada peningkatan produksi.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Energi dan Migas Bobby Gafur Umar mengatakan, selain penurunan harga minyak dunia, revisi UU Migas yang terkatung-katung juga menciptakan ketidakpastian bagi pelaku industri migas. Hal tersebut membuat investasi pada sektor hulu migas mengalami penurunan.
“Saat ini, harga minyak memang sudah menunjukkan tren kenaikan ke kisaran harga US$ 45 sampai US$ 50 per barel. Tentu ini kecenderungan positif. Pada tahun depan dan awal tahun 2018, harga minyak diprediksi akan bergerak hingga mencapai US$ 55 sampai US$ 6O per barel. Namun hati-hati, tidak gampang bagi sektor industri migas untuk menjadikan kondisi ini sebagai momen untuk membalikkan keadaan. Pemulihan industri migas juga akan dipengaruhi faktor lain,” kata Bobby, dalam Rakernas Kadin Indonesia Bidang Energi Dan Migas, di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (1/11/2016).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Bobby, regulasi yang terkait pada industri migas akan menjadi salah satu faktor kunci yang menentukan di masa depan. Undang-undang Migas dibutuhkan sebagai payung hukum yang akan menjadi acuan dan panduan bagi industri di sektor ini untuk memutuskan berbagai hal yang strategis. Karena itu Kadin berharap agar pembahasan atas Rancangan UU Migas yang saat ini masih digarap di DPR dapat segera selesai.
“Kami di Kadin sering bertanya-tanya, kenapa pembahasannya sampai sekarang belum tuntas, padahal sudah dibahas sejak 2008,” ungkap dia.
Bobby mengungkapkan, Kadin telah memberikan masukan yang diharapkan dapat bermanfaat dalam proses pembahasan revisi Undang-Undang Migas tersebut ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mencakup enam aspek kelembagaan, kerjasama, kapasitas nasional, flskal dan keekonomian, tata kelola minyak, dan aspek tata kelola gas.
Terkait dengan kelembagaan, Kadin ingin nantinya lembaga yang akan menjalankan fungsi pengelolaan sektor hulu migas adalah sebuah lembaga yang mereka sebut sebagai Badan Usaha Khusus Milik Negara (BUKMN). Pemerintah tetap sebagai pemegang kuasa pertambangan, tetapi BUKMN nantinya berstatus dan berperan sebagai pemegang kuasa usaha pertambangan dan menjadi pihak yang berkontrak.
Dengan begitu, BUKMN tersebut mengelola industri hulu migas, sementara kegiatan hilir migas tetap diatur oleh Kementerian ESDM, mencakup kegiatan-kegiatan pengolahan, transmisi dan distribusi, pengangkutan, penyimpanan serta perniagaan.
"Masukan yang diberikan Kadin Indonesia bidang Energi & Migas terfokus pada usulan untuk menampung aspirasi dari kalangan dunia usaha, guna memberikan peran lebih besar kepada pengusaha swasta untuk berkiprah lebih nyata di sektor migas," tutup Bobby. (Pew/Gdn)