Liputan6.com, Cilacap - Seorang muslim jika memilih menikahi lebih dari seorang perempuan atau populer disebut poligami, maka ia tidak boleh menikahi lebih dari empat orang wanita. Hal tersebut sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 3:
وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”
Dengan demikian, berdasarkan ayat di atas, seorang laki-laki muslim hanya diperbolehkan menikahi wanita dengan dibatasi jumlahnya yakni 4 orang. Lain halnya dengan Rasulullah SAW diperbolehkan menikah lebih dari 4 orang wanita.
Advertisement
Baca Juga
Adapun alasan diperbolehkan Rasulullah SAW menikahi lebih dari 4 orang wanita sebagaimana dikemukakan pendakwah Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat (UAH).
Simak Video Pilihan Ini:
Alasannya
Ustadz Adi Hidayat mengatakan rahasia di balik Rasulullah SAW diperbolehkan menikahi lebih dari empat orang wanita.
Menurutnya, diperbolahkan Rasulullah menikahi wannita lebih dari empat sebab istri-istri Rasulullah SAW itu memiliki karakteristik yang mewakili seluruh perempuan di muka bumi ini.
“Itu kenapa Nabi diizinkan menikah lebih dari pada empat istri?” tanya UAH dikutip dari tayangan YouTube Short @muaLim86, Kamis (06/03/2025).
“Kenapa diizinkan, saya sering sampaikan, saya sering sampaikan," kata UAH menegaskan.
"Maaf ini rahasianya teman-teman, karena seluruh istri Nabi itu mewakili semua karakter perempuan di muka bumi, itu rahasianya," terangnya.
Advertisement
Nama-Nama Istri Rasulullah SAW
1. Khadijah binti Khuwailid
Khadijah binti Khuwailid adalah istri pertama Nabi Muhammad ﷺ, yang dinikahi beliau saat berusia 25 tahun, sementara Khadijah berusia 40 tahun. Pernikahan ini berlangsung 15 tahun sebelum wahyu pertama diturunkan kepada Nabi.
Khadijah, seorang janda yang terpandang dan pengusaha sukses, memilih Nabi Muhammad ﷺ karena kejujuran, integritas, dan akhlak mulianya. Pernikahan ini menjadi landasan kuat bagi perjalanan hidup dan dakwah Rasulullah, menciptakan rumah tangga yang penuh kasih sayang dan saling mendukung.
2. Saudah binti Zam'ah
Setelah wafatnya Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Nabi Muhammad ﷺ, beliau menikah dengan Saudah binti Zam’ah. Pernikahan ini berlangsung pada masa-masa sulit setelah hijrah ke Madinah, sekitar tahun ke-10 kenabian.
Saudah, yang telah kehilangan suami dalam pertempuran dan berada dalam usia yang cukup lanjut, membutuhkan perlindungan.
Nabi menikahinya sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang terhadap janda serta anak-anaknya. Keputusan ini juga menunjukkan kepedulian Nabi terhadap kaum yang rentan, khususnya para wanita yang membutuhkan dukungan dalam masyarakat.
3. Aisyah binti Abu Bakar
Aisyah binti Abu Bakar RA menikah dengan Nabi Muhammad ﷺ pada tahun kedua Hijriah. Meskipun usianya saat itu masih sangat muda, Aisyah menunjukkan kecerdasan dan daya ingat yang luar biasa.
Kemampuan ini kelak menjadi aset besar bagi umat Islam, terutama dalam memahami dan mengembangkan ajaran agama.
Pernikahannya dengan Nabi juga menunjukkan betapa pentingnya hubungan keluarga dalam memperkuat misi dakwah dan menciptakan lingkungan yang mendukung penyebaran Islam.
4. Hafshah binti Umar
Hafshah binti Umar RA menikah dengan Nabi Muhammad ﷺ pada tahun ketiga Hijriah, setelah suaminya, Khunais bin Hudzafah, gugur dalam Perang Badar.
Pernikahan ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada Hafshah sebagai seorang janda, tetapi juga memperkuat hubungan antara Nabi dengan Umar bin Khattab, salah satu sahabat terdekat dan pendukung utama dakwah Islam.
Hafshah menjadi bagian dari keluarga Nabi di masa-masa penting ketika Islam sedang berkembang pesat.
5. Zainab binti Khuzaimah
Zainab binti Khuzaimah adalah salah satu istri Nabi Muhammad SAW yang pernikahannya terjadi setelah gugurnya suaminya, Abdullah bin Jahsy, dalam Perang Uhud. Pernikahan ini merupakan bentuk perhatian Nabi terhadap para janda pejuang yang kehilangan suami dalam perjuangan Islam.
Meski usianya sebagai istri Nabi terbilang singkat, hanya sekitar delapan bulan sebelum wafat, Zainab tetap dikenang sebagai sosok yang istimewa dalam sejarah Islam.
6. Ummu Salamah
Ummu Salamah, salah satu istri Nabi Muhammad SAW, menikah dengan beliau setelah wafatnya suaminya, Abu Salamah, akibat luka-luka yang diderita dalam Perang Uhud. Pernikahan ini bukan hanya bentuk kasih sayang pribadi Nabi, tetapi juga mencerminkan kepedulian Islam terhadap janda-janda pejuang yang kehilangan pasangan mereka dalam jihad.
Dengan menjadi bagian dari keluarga Nabi, Ummu Salamah mendapatkan kesempatan untuk terus mendukung perjuangan Islam dan menjalankan peran pentingnya sebagai istri Rasulullah.
Lanjutan Nama-Nama Istri Rasulullah SAW
7. Zainab binti Jahsy
Zainab binti Jahsy menikah dengan Nabi Muhammad SAW berdasarkan perintah langsung dari Allah SWT, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an (Surah Al-Ahzab ayat 37).
Pernikahan ini memiliki hikmah besar, yaitu menghapus tradisi adopsi jahiliyah yang menyamakan status anak angkat dengan anak kandung.
Dengan menikahi Zainab, yang sebelumnya adalah istri Zaid bin Haritsah (anak angkat Nabi), Islam mengajarkan bahwa anak angkat tidak memiliki hubungan mahram seperti anak kandung, sehingga syariat yang lebih adil ditegakkan.
8. Juwairiyah binti Al-Harits
Juwairiyah binti Al-Harits menjadi istri Nabi Muhammad SAW setelah Perang Bani Musthaliq. Sebelum pernikahannya, Juwairiyah merupakan tawanan perang yang berasal dari keluarga terpandang di kaumnya.
Ketika Nabi menikahinya, peristiwa ini membawa berkah besar bagi kaumnya, karena para sahabat yang menawan kerabat Juwairiyah membebaskan mereka sebagai bentuk penghormatan kepada istri Nabi.
Dengan demikian, pernikahan ini tidak hanya menghapuskan status tawanan, tetapi juga menciptakan hubungan persaudaraan yang lebih erat antara kaum muslimin dan Bani Musthaliq.
9. Shafiyah binti Huyay
Shafiyah binti Huyay, putri dari pemimpin Yahudi Bani Nadhir, menikah dengan Nabi Muhammad SAW setelah pembebasan Khaibar. Pernikahan ini memiliki makna simbolis yang mendalam, menunjukkan bahwa Islam menghargai manusia tanpa memandang perbedaan latar belakang dan keturunan.
Sebagai seorang wanita dari keluarga terkemuka di komunitas Yahudi, pernikahannya dengan Nabi juga menjadi langkah strategis dalam mempererat hubungan antara umat Islam dan komunitas Yahudi di wilayah tersebut.
10. Ummu Habibah
Ummu Habibah, istri Nabi Muhammad SAW, menikah dengan beliau ketika berada dalam pengasingan di Habasyah. Pernikahan ini berlangsung setelah wafatnya suami Ummu Habibah, Ubaidillah bin Jahsy, yang murtad dari Islam.
Meskipun ayahnya, Abu Sufyan, adalah pemimpin kaum musyrikin Makkah yang memusuhi Nabi, Ummu Habibah tetap teguh dalam keislamannya.
Pernikahannya dengan Nabi memperlihatkan bagaimana hubungan pernikahan dapat memperkuat kedudukan Islam di kalangan umat yang menghadapi berbagai tantangan.
11. Maimunah binti Al-Harits
Maimunah binti Al-Harits menjadi istri terakhir Nabi Muhammad SAW setelah menikah dengan beliau saat pelaksanaan umrah qadha, yaitu umrah yang dilakukan oleh Nabi setelah perjanjian Hudaibiyah.
Pernikahan ini memiliki makna penting dalam menyebarkan Islam, terutama di kalangan kabilah-kabilah Arab, mengingat Maimunah berasal dari keluarga terpandang.
Dengan demikian, pernikahan ini turut mempererat hubungan antara umat Islam dengan kabilah-kabilah Arab, sekaligus memberikan berkah dalam penyebaran ajaran Islam.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement
