Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap masyarakat mulai mengubah pola pikirnya dari konsumtif secara perlahan menjadi produktif. Dengan mengubah pola pikir ini, diharapkan bisa mendorong produktivitas masyarakat untuk menabung.
"Salah satu hambatan untuk meningkatkan produktivitas menabung dan investasi, yaitu masih belum ratanya pemahaman di masyarakat terkait pentingnya menabung dan investasi. Apalagi masyarakat yang pola hidupnya konsumtif. Mereka susah diberi pemahaman terkait menabung dan investasi," ujar Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK Agus Sugiarto di Jakarta, Senin (7/11/2016).
Baca Juga
Agus mengatakan OJK terus berupaya untuk meningkatkan produktivitas masyarakat dalam hal menabung dan investasi.
Adapun beberapa langkahnya, yaitu pertama, memperbanyak menggelar kampanye baik melalui edukasi, pemasangan iklan dengan menggunakan media promosi lembaga jasa keuangan, perbankan dan asuransi.
"Kedua, mengembangkan kegiatan keuangan yang menjadi target pasar yang masif, seperti menabung saham seratus ribu dan menabung Reksadana seratus ribu. Dan yang terkait dengan bank, yaitu Simpel dan Tabungan Emas," ucap Agus.
"Kita memulai dari produk-produk yang gampang dulu, murah dan masif bagi masyarakat," dia menambahkan.
Sementara langkah ketiga, kata dia, melakukan kolaborasi dengan semua pihak. Mulai dari jasa keuangan, organisasi, LSM.
"Siapa pun yang ingin bekerja sama untuk meningkatkan masyarakat agar ingin menabung, kita siap kerja sama," ujar dia.
Pihaknya juga menyebutkan terkait dengan regulasi yang mendukung untuk meningkatkan tabungan dan investasi masyarakat terdapat di Peraturan Presiden (Perpes) No 82 Tahun 2016 Tentang Standar Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
Peraturan tersebut akan diberlakukan secara umum bagi industri jasa keuangan dan ini juga menjadi alat untuk mewajibkan industri jasa keuangan melakukan program-programnya.
Ia juga meminta peran aktif lembaga terkait untuk bersinergi satu dengan yang lainnya untuk mewujudkan semua ini.
"Ini bisa dibagi menjadi dua pendekatan. Pertama, top-down (dari atas bawah) dan kedua dari bottom-up. Sementara untuk dari top-down, misalnya pemerintah, Bank Indonesia, OJK, dan kementerian terkait, misalnya Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan Kementerian Pendidikan serta lainnya," dia menjelaskan.
"Mereka bisa saling bahu-membahu karena seluruh masyarakat di Indonesia ini di seluruh lapisan yang berada di bawah kementerian-kementerian itu memang ada unsur menabungnya," katanya.
Dia mencontohkan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, ketika dikaitkan kegiatan sepak bola. Misalnya, pemain sepak bola diwajibkan menabung, supaya pemain sepak bola bisa berkompetisi di ajang internasional.
Sementara pendekatan bottom-up, yaitu dari bawah, pihaknya mendorong perusahaan, baik Reksadana dan asuransi, bahwa menabung itu penting dan perlu. "Selain itu juga kepada kelompok-kelompok masyarakat baik itu arisan dan koperasi," dia menjelaskan. (Nrm/Ndw)