RI Punya Modal Kuat Hadapi Sentimen Ekonomi Global

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Indonesia memiliki modal untuk menghadapi ketidakpastian global

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 08 Nov 2016, 13:29 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2016, 13:29 WIB
20161024-Menkeu-jabarkan-hasil-rapat-KSSK-AY6
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat meberikan keterangan usai rapat KSSK di Jakarta, Senin (24/10). Rapat rutin ini membahas assessment dan pengawasan, analisa dan respons dari sistem keuangan nasional atas ekonomi secara global. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Indonesia memiliki modal untuk menghadapi ketidakpastian global baik dari rencana kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) ataupun pemilihan umum (pemilu) yang sedang berlangsung di Amerika Serikat (AS). Sri Mulyani mengatakan, pengelolaan ekonomi Indonesia telah mempertimbangkan kemungkinan adanya sentimen global tersebut.

Sri Mulyani menerangkan, dari sisi perbankan telah terjadi koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk menghadapi sentimen global tersebut.

"Itu semua akan dilihat bagaimana kita mencoba untuk menetralisir dan memperkuatnya. Dari perbankan saya rasa OJK dan Bank Indonesia akan melakukan koordinasi untuk melihat kemampuan dari neracanya kalau terjadi adanya perubahan kegiatan ekonomi ataupun sentimen," jelas dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Selasa (8/11/2016).

Kemudian, dari sektor riil pemerintah telah melakukan perbaikan dari sisi belanja. Memang, belanja pemerintah turun pada kuartal III 2016, namun akan membaik pada kuartal IV 2016.

"Dari sisi ekonomi riil, ekonomi Indonesia kemarin pertumbuhan ekonominya relatif cukup baik, yang dianggap titik-titik untuk diperbaiki belanja pemerintah, karena kuartal III dilakukan penyesuaian pada APBN. Tapi itu secara seasonal, tapi pada kuartal IV akan ternetralisir," jelas dia.

Dari sisi ekspor impor, Sri Mulyani mengaku memang sedang tertekan. Namun, Sri bilang, hal itu bakal diantisipasi dengan adanya sumber pertumbuhan dalam negeri yang ditopang baik investasi maupun konsumsi.

"Kemudian di ekspor impor, kita lihat ekspornya masih cukup dalam artinya hubungan ekonomi di luar masih cukup lemah dan ini kita harus fokus juga dari sisi menetralisir dari sisi sumber pertumbuhan dalam negeri, dan kita lihat apakah itu dari sisi investasi apakah dari belanja pemerintah atau faktor konsumsi," jelas dia.

Sri menambahkan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dianggap sebagai penangkal untuk menghadapi sentimen global. Terlebih, defisit anggaran Indonesia relatif kecil dibanding dengan negara berkembang lainnya.

"Jadi kalau dari sisi makro ekonomi kita relatif dianggap memiliki kinerja yang bisa menimbulkan confident sehingga mengurangi spekulasi dan sentimen negatif kalau itu sumbernya berasal dari luar negeri. Kalau dari sisi mikro maupun reformasi, Indonesia juga baru disampaikan kalau menjadi negara reform yang paling cepat naiknya dari sisi ease of doing business," tandas dia.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya