Ekstensifikasi Cukai Bisa Genjot Penerimaan Negara

Pemerintah perlu mencari sumber penerimaan baru yang berkontribusi bagi APBN.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 10 Feb 2017, 12:15 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2017, 12:15 WIB

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah perlu mencari sumber penerimaan baru yang berkontribusi bagi APBN. Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai salah satunya dengan ekstensifikasi barang kena cukai bisa menjadi alternatif ketika pendapatan pajak serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) belum dapat diandalkan dalam kondisi saat ini.

"Mencermati situasi dan kondisi 2017 yang krusial, selain tindak lanjut data amnesti pajak, pemerintah perlu mencari alternatif sumber penerimaan agar APBN stabil. Jelas bahwa penerimaan Kepabeanan dan PNBP tidak dapat diandalkan saat ini, terlebih bergantung pada utang luar negeri. Di sisi lain, cukai dapat menjadi pilihan jitu sebagai penerimaan," kata Direktur Eksekutif CITA, Yustinus Prastowo di Jakarta, Kamis (910/2/2017).

Selama kurun 2007-2014, realisasi penerimaan cukai selalu di atas target. Namun, rasio penerimaan cukai terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain, yaitu 1,2 persen. Angka ini berbeda jauh dengan Bolivia, Turki, Denmark, masing-masing 7,8 persen, 5 persen, dan 4,3 persen.

Yustinus menyebutkan, salah satu penyebabnya adalah masih terbatasnya objek cukai. Ini membuka peluang bagi Indonesia untuk melakukan ekstensifikasi barang kena cukai.

Yustinus menjelaskan, dengan pertimbangan eksternalitas dan best practice di negara lain, penambahan objek cukai baru yang dapat dipertimbangkan adalah minuman ringan berpemanis, kendaraan bermotor, dan bahan bakar minyak. Dengan skema tarif terendah dan tertinggi, pengenaan objek cukai baru ini mampu menghasilkan tambahan penerimaan Rp 28,52 triliun - Rp 103,26 triliun atau 18,11 persen-65,69 persen dari target cukai dalam APBN 2017.

"Dengan demikian, tujuan cukai sebagai pengendalian konsumsi terpenuhi, namun perannya sebagai instrumen penerimaan negara optimal," papar Yustinus.

Sementara itu, anggota DPR RI Komisi XI Andreas Eddy Susetyo mengaku sepakat dengan ekstensifikasi cukai. DPR menurutnya, Hal utama yang menjadi permasalahan adalah, saat ini 90 persen cukai bertumpu pada rokok. Padahal, objek lain pun harus dikenai cukai salah satunya minuman berpemanis.

“Kalau kita lihat definisikan arti cukai sebagai pembatasan, coba kita hitung, berdasarkan data kesehatan dari BPJS berapa orang yang terkena penyakit diabetes?” kata Andreas.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya