Kekesalan Sri Mulyani pada Importir yang Bayar Pajak Kecil

Menkeu Sri Mulyani menumpahkan kekesalannya dengan membeberkan bukti-bukti setoran pajak ke negara dari importir daging sapi beku.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Mar 2017, 15:44 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2017, 15:44 WIB
Penandatanganan Nota Kesepahaman Kemenetrian Keuangan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), di Jakarta, Kamis (2/3/2017).
Penandatanganan Nota Kesepahaman Kemenetrian Keuangan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), di Jakarta, Kamis (2/3/2017).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menumpahkan kekesalannya dengan membeberkan bukti-bukti setoran pajak ke negara dari importir daging sapi beku yang sangat rendah. Padahal dengan harga sekitar Rp 80 ribu per Kilogram (Kg) dan volume impor ratusan ribu ton, importir ini mereguk untung besar dari bisnis tersebut.

Saat acara Penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Sri Mulyani mengungkapkan data importasi daging sapi sepanjang 2015 dibanding dengan realisasi 2016.

Pertama, untuk impor daging beku ada sebanyak 56 importir sebanyak 44.673,97 ton di 2015 menjadi 155.070,24 ton oleh 60 importir. Jumlah ini melonjak 247 persen.

Kedua, impor daging segar realisasinya 954,69 ton dari 16 importir atau naik signifikan 983 persen menjadi 27 importir sebanyak 10.340,16 ton pada tahun lalu.

Ketiga, realisasi importir jeroan beku di 2015 sebanyak 4.035 ton dari 23 importir menjadi 34 importir sebanyak 55.839,08 ton oleh 34 importir. Pencapaian ini naik hingga 1.284 persen.

"Kalau melihat volumenya yang naik signfikan, tapi jumlah penduduk tetap atau permintaan tidak meningkat tinggi, harusnya harga daging sapi turun. Tapi ini malah lebih mahal 30 persen-40 persen dibanding di Singapura dan Malaysia," kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Kamis (2/3/2017).

Menilik kondisi tersebut, diakuinya, wajar apabila KPPU menghukum 12 pelaku usaha daging ayam dan 32 pengusaha daging sapi yang terbukti melanggar persaingan usaha atau melakukan praktik kartel, yakni persekongkolan beberapa perusahaan untuk mempengaruhi harga pasokan.

"Pantas kalau ada kartel oleh 32 pengusaha," tegas Sri Mulyani.

Kekesalan Sri Mulyani membuncah ketika mengetahui data-data laporan pajak dari importir daging sapi ini. Dari data Ditjen Pajak, kepatuhan Wajib Pajak (WP) atau importir dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

Untuk WP terdaftar mengalami kenaikan dari 2.473 WP di 2013, menjadi 2.496 WP di 2014 dan meningkat lagi pada tahun berikutnya menjadi 2.541 WP. Sementara WP yang membayar PPh Pasal 25 dan 29 justru mengalami penurunan dalam tiga tahun, yakni 86 WP di 2013, 77 WP di 2014, dan 75 WP pada 2015. Sedangkan WP lapor SPT Tahunan dari 112 WP pada 2013, 144 WP di 2014 menjadi 191 WP di 2015.

Ironisnya pembayaran pajak importir daging beku nampak merosot setiap tahun. Untuk pembayaran PPh Pasal 25 dan 29 oleh WP Badan pada 2015 tercatat hanya Rp 464 miliar. Turun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 593 miliar dan Rp 803 miliar di 2013. Setoran PPh Pasal 22 Impor naik dari Rp 431 miliar di 2013 menjadi Rp 592 miliar di 2014, dan menjadi Rp 614 miliar di 2015.

Begitupun pajak lainnya dari Rp 1,12 triliun di 2013 menjadi Rp 1,23 triliun di 2014, dan Rp 1,36 triliun pada 2015. Totalnya pada 2015 pembayaran pajak dari importir daging beku sebesar Rp 2.44 triliun atau turun dari 2015 sebesar Rp 2,41 triliun dan Rp 2,36 triliun pada 2013.

"Setoran pajak importir daging sapi ini tidak banyak, makanya saya kesal," Sri Mulyani menegaskan.

Oleh karenanya, dia bilang, Kementerian Keuangan mulai hari ini akan menggunakan seluruh kewenangan perpajakan sesuai perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Ditjen Bea Cukai harus bekerja keras bersama KPPU untuk menyelidiki data para importir ini.

"Langkah konkret sudah, di mana Ditjen Pajak dan Bea Cukai sudah melihat seluruh data importir. Mereka sudah memetakan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) importir. Karena kalau importir dapat untung tidak wajar, kita akan koreksi supaya persaingan berjalan wajar dan tidak ada yang dirugikan," tandas Sri Mulyani. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya