RI-AS Dorong Kerja Sama di Industri Tekstil

Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Joseph R Donovan, JR mendorong peningkatan kerja sama industri AS dan Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Mar 2017, 07:45 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2017, 07:45 WIB
Investasi Teksil Meningkat Saat Ekonomi Lesu
Pekerja memotong pola di pabrik Garmen,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Joseph R Donovan, JR mendorong peningkatan kerja sama industri AS dan Indonesia. Fokus yang diutamakan adalah industri tekstil di mana AS merupakan pemasok utama kapas.

Hal tersebut dikatakan Joseph dalam pertemuan dengan sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).

"Pertemuan kali ini akan ada masukan-masukan dari kalangan pengusaha tekstil di Indonesia untuk nantinya dituangkan melalui perjanjian kerja sama antara pemerintah kedua negara," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/3/2017).

Dia menjelaskan, nilai ekspor kapas AS ke Indonesia sebesar US$ 350 juta di 2016. Angka tersebut merupakan yang terbesar dibanding negara lain.

"Hal ini tentunya memberikan dampak positif bagi Indonesia dengan terciptanya lapangan kerja lebih luas," kata Joseph.

Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono menyatakan pemerintah berencana mempercepat adanya kesepakatan kedua negara. Pasalnya Indonesia memiliki penyedia bahan baku produk industri.

"Tujuannya untuk mempermudah pelaku industri kecil dan menengah (IKM) mendapatkan bahan baku dengan harga yang terjangkau," kata Sigit.

Sedangkan Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat mengungkapkan, industri tekstil saat ini menghadapi persoalan di sisi eksternal. Dalam hal ini dari segi geografis Indonesia lokasinya paling jauh dibandingkan negara-negara pesaing, membuat biaya logistik menjadi lebih tinggi.

"Solusinya harus ada perbaikan di sisi internal dalam hal ini asosiasi telah meminta agar biaya energi dapat ditekan seperti harga gas di bawah US$ 6, serta listrik di bawah harga pesaing," ungkap Ade.

Dia uga mengatakan, salah satu yang menjadi kendala untuk efisiensi adalah masih ada 87 persen mesin industri tekstil belum direstrukturisasi. "Kalau semuanya sudah direstrukturisasi akan membuat daya saing industri tekstil menjadi lebih baik," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya