Ini Sebab Transportasi Konvensional dan Online Tak Bisa Akur

Sejak awal Organda tidak menentang masuknya teknologi dalam bisnis transportasi.

oleh Septian Deny diperbarui 25 Mar 2017, 11:00 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2017, 11:00 WIB
20160815-Ratusan-Taksi-Online-Uji-KIR-di-Monas-Jakarta-IA
Petugas memasang kir mobil peserta saat tes uji SIM dan kir transportasi online di Jakarta, (15/8). Kegiatan diadakan menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-71 serta menciptakan layanan angkutan umum yang prima dan accountable. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Aksi demonstrasi terkait dengan transportasi berbasis aplikasi atau transportasi online ‎marak terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Aksi-aksi tersebut bahkan tidak jarang menjurus pada aksi kekerasan hingga menimbulkan korban.

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, maraknya aksi yang berujung pada tindak anarkis ini merupakan akumulasi dari kekecewaan para pengemudi angkutan konvensional terhadap menjamurnya transportasi online. Hal tersebut lantaran para pengemudi merasa tergilas oleh perkembangan transportasi online sehingga menghilangkan mata pencariannya selama ini.

"Sekarang di wilayah Tangerang, Malang, Jogja, Bandung dan lain-lain lebih fokus pada kendaraan roda dua. Seperti kejadian di Tangerang, kok angkot tega menabrak pengemudi Grab, ini karena akumulasi dari kekecewaan sekian lama sehingga dihajar," ujar dia di Kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (25/3/2017).

Menurut dia, sejak awal Organda tidak menentang masuknya teknologi dalam bisnis transportasi. Namun untuk meredam aksi-aksi kekerasan pada masa transisi seperti ini dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam mengatur perkembangan bisnis transportasi online ini.

"Organda tidak menentang model transportasi online. Permenhub (Peraturan Menteri Perhubungan) ini hanya soal roda empat, tapi potensi (konflik) yang besar masih di roda dua, ini terkait dengan masyarakat kalangan bawah," kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut Shafruhan, pemerintah harus tegas dalam menjalankan regulasi yang telah ada. Jika transportasi online ini terus berada di zona abu-abu, maka aksi-aksi demontrasi pengemudi angkutan akan terus berlangsung.

"Perusahaan aplikasi ini masif merekrut kendaraan-kendaraan pribadi termasuk roda dua.‎ Kalau wilayah ini abu-abu terus, akan ada konflik terus. Ini kan kendaraan roda dua bukan untuk angkutan umum," tandas dia. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya