Pemerintah Targetkan Listrik 21,5 Ribu MW dari Energi Terbarukan

Seiring menipisnya sumber energi dari fosil, pemerintah meningkatkan komposisi suplai listrik dari energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumb

oleh Dinny Mutiah diperbarui 09 Mei 2017, 18:45 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2017, 18:45 WIB
(Foto: Liputan6.com/ M Syukur)
Pembangunan pembangkit listrik

Liputan6.com, Jakarta Seiring menipisnya sumber energi dari fosil, pemerintah meningkatkan komposisi suplai listrik dari energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber alternatif. Targetnya mencapai 21.549 megawatt (MW) pada 2026. Sementara pencapaian hingga Desember 2016 sebesar 6.003 MW atau sekitar 12 persen dari total produksi listrik.

Kepala Divisi EBT PT PLN Tohari Hadiat menerangkan, yang menjadi acuan atas target penyediaan listrik itu adalah Permen ESDM Nomor 12/2017. Sumber energi terbarukan yang menjadi andalan utama berasal dari tenaga air dan panas bumi. Besaran target listrik dari PLTA pada 2026 mencapai 6.290 MW, sedangkan dari panas bumi mencapai 12.342 MW.

"Saat ini baru 12 persen dari sekitar 51 ribu kapasitas terpasang atau sekitar 6 ribu saja. Pada 2026, kita targetkan persentase-nya mencapai 22 persen (tepatnya 28 persen) dari kapasitas terpasang sebesar 78 GW, sepuluh tahun ke depan," kata Tohari dalam Media Gathering PLTA Lamajan di Pangalengan, Bandung Barat, Jumat, 5 Mei 2017.

Meski begitu, tak menutup PLN kemungkinan mengolah sumber energi terbarukan lainnya yang berasal dari sampah, biomassa, arus laut dan biogas. Penggunaannya diprioritaskan untuk daerah-daerah terpencil dan disesuaikan dengan potensi yang tersedia.

"Dengan begitu, modalnya lebih murah karena enggak perlu narik energi dari tempat lain. Kita manfaatkan kearifan lokal," kata dia lagi.

Tohari juga mengungkapkan untuk daerah yang belum teraliri listrik atau yang menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), PLN bakal menggunakan metode hybrid. Contoh, PLTD dikombinasikan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) agar durasi listrik menyala bisa ditambah.

"Misal dari 16 jam bisa jadi 20 jam atau bahkan 24 jam full. Harganya juga lebih murah dari energi dari solar," ujar dia.

Meski begitu, dia mengakui jika PLTS memiliki keterbatasan dengan sifat intermitennya sehingga listrik kadang ada, kadang tidak. Untuk itu, sistem kelistrikan akan dilengkapi dengan smart grid dan control system, serta pemakaian biofuel untuk PLTD yang eksisting.

Merujuk pada Permen ESDM 12/2017, pemerintah memberikan kesempatan kepada pihak swasta terlibat dalam pembangunan pembangkit listrik itu dengan mengikuti aturan yang ada. Tohari mengungkapkan ada 2.000 proposal masuk sejak Permen itu berlaku.

"Kalau lolos studi kelayakan, studi PLN, PLN bisa tunjuk dan langsung dikembangkan. Tapi pastikan, harganya cocok dengan yang ditentukan dulu," ujarnya.

Kebanyakan pihak swasta tertarik berinvestasi pembangkit EBT di luar Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan dan Bali. "Karena harga beli PLN itu lebih mahal," kata Tohari. (Dinny Mutiah)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya