Buka Usaha di RI, Facebook Kantongi Izin Prinsip dari BKPM

BKPM tak menjelaskan bidang usaha apa yang bakal dikembangkan Facebook di Indonesia.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 21 Jun 2017, 18:00 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2017, 18:00 WIB
Ilustrasi Facebook
Ilustrasi Facebook

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Facebook mengajukan izin pendirian badan usaha tetap (BUT) ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan, Facebook telah mengantongi izin prinsip dari BKPM. Sejalan dengan itu, Facebook juga tengah mengurus perizinan lain.

"Memang setahu saya Facebook sudah kantongi izin prinsip dari BKPM. Sekarang sedang memenuhi syarat-syarat di Pemerintah Daerah DKI. Seperti izin lokasi dan sebagainya. Sejauh ini saya lihat itikad baik dan semangat positif dari Facebook untuk menjadi pelaku yang responsif dan bertanggung jawab," kata dia di Gedung BEI Jakarta, Rabu (21/6/2017).

Meski demikian, Thomas tak menjelaskan bidang usaha apa yang bakal dikembangkan Facebook di Indonesia. Pastinya, Facebook dinilai memiliki niat baik menjalankan bisnis di Indonesia.

"Soal bidang usaha, masih dalam proses antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan BKPM. Tapi itu kan hanya masalah teknis. Yang kami pedulikan adalah hal-hal kongkret seperti dunia perpajakan, konten bertanggung jawab. Jadi jangan terlalu tenggelam di hal-hal teknis klasifikasi bidang usaha," jelas dia.

Thomas menuturkan, saat ini pemerintah berniat mendorong industri digital supaya berkontribusi pada perekonomian. Keberadaan Facebook di Indonesia membuka peluang usaha.

"Pemerintah pasti akan menggiring industri digital menuju arah yang memaksimalkan menciptakan lapangan kerja, kesempatan peluang bisnis bagi pengusaha lokal, banyak UKM dan pengusaha yang jualan di Facebook, Instagram jadi medsos menjadi sarana penting bagi UKM," tutup dia.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati sebelumnya perusahaan-perusahaan internet atau teknologi yang berbisnis dan memperoleh penghasilan di Indonesia memiliki kewajiban membayar pajak. "Pada prinsipnya, kalau ada operasi di sini yang menghasilkan penerimaan, dia menjadi objek pajak," tegas dia.

Tak pandang bulu, basis perusahaan ada di luar negeri atau di dalam negeri, karena bisnis yang dilakoni, seperti Facebook dan Twitter telah menghasilkan pundi-pundi penerimaan yang menjadi objek pajak wajib membayar pajak penghasilan badan.

"Subjeknya mau di luar negeri atau di dalam negeri, tidak jadi soal karena dia men-generate satu objek pajak baru. Kalau nanti kebijakan dari Menkominfo yang mengharuskan mereka jadi subjek pajak di Indonesia karena aktivitas di Indonesia, mereka jadi Bentuk Usaha Tetap (BUT)," jelas Sri Mulyani.

Selama ini, pemerintah mengaku banyak sekali perusahaan asing di Indonesia yang tidak pernah menyetor pajak dengan segala macam dalih, salah satunya tidak mendaftarkan diri sebagai BUT. Padahal perusahaan seperti Google, Yahoo, Facebook, dan Twitter memperoleh omzet dari jasa periklanan di Indonesia.

Kepala Kantor Wilayah Jakarta Khusus Ditjen Pajak Muhammad Haniv sebelumnya mengungkapkan, Ditjen Pajak meminta Facebook atas data transaksi keuangannya dari orang pribadi yang mengiklankan produk maupun jasanya di Facebook.

Pendapatan Facebook dari pengiklan orang pribadi inilah yang belum dipungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26.

PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atau dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri, selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

"Facebook dan Google yang kita incar sekarang karena banyak iklannya. Sementara iklan di Twitter sudah berkurang," kata Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, seperti ditulis Minggu (19/3/2017).

Lebih jauh Haniv melanjutkan, Facebook sudah memotong pendapatan yang diperoleh dari para pengiklan berbentuk badan usaha dengan menggunakan PPh Pasal 26 sebesar 20 persen. Pasalnya, Irlandia dan Indonesia tidak memiliki tax treaty, yaitu perjanjian perpajakan antara dua negara untuk mencegah pajak berganda.

"Jadi pembayaran iklan oleh konsumen di Indonesia sudah dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20 persen, sehingga kita tidak terlalu kehilangan besar (pajaknya). Misalnya Anda iklan di Facebook senilai Rp 2 miliar, mereka hanya menerika Rp 1,6 miliar, dan yang Rp 400 juta masuk ke negara," dia menerangkan.

Akan tetapi, dia menambahkan, pajak atas hasil pendapatan iklan dari orang pribadi belum dipotong dengan PPh Pasal 26, sehingga inilah yang menjadi target utama penagihan Ditjen Pajak. "Nilainya ratusan miliar lah (utang pajak). Ini yang mau kita tagih," tegas Haniv.

 

Simak video menarik berikut ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya