Gerai 7-Eleven Tutup Akibat Persaingan Model Bisnis

Penutupan gerai 7-Eleven di Indonesia juga dinilai sebagai bukti bisnis ritel makin ketat.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Jul 2017, 12:10 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2017, 12:10 WIB
Sevel Tutup
Warga memasuki kawasan gerai 7-Eleven di kawasan Jalan Kapten Tendean, Jakarta, Sabtu (24/6). Penutupan seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia akan dilakukan 30 Juni 2017. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, penutupan seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia merupakan bukti persaingan bisnis ritel di dalam negeri sangat ketat. Selain itu, model bisnis yang selama ini diusung oleh 7-Eleven juga dinilai tidak cocok diterapkan di Indonesia.

Darmin mengatakan, meski dasar bisnisnya merupakan ritel modern, lebih banyak 7-Eleven mengadopsi model bisnis restoran. Hal ini yang dinilai menjadi penyebab 7-Eleven tak mampu bertahan pada persaingan ritel di Indonesia.

‎"Sebenarnya itu adalah persaingan bisnis model. Grup 7-Eleven bisnis modelnya lain, dia sebenarnya izinnya saja kelihatannya restoran dan selalu di pemukiman. Karena restoran tidak boleh di restoran. Jadi bukan ritel," ujar dia di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (3/7/2017).

Kemudian, faktor lain yang membuat 7-Eleven tumbang menurut Darmin lantaran terlalu mengandalkan keuntungan dari barang-barang yang diperdagangkan. Padahal bisnis ritel lain mengambil keuntungan dari biaya yang dikenakan kepada perusahaan yang menitipkan produknya.

‎"Kedua, kalau menurut saya sebagai bisnis modelnya dia terlalu mengandalkan profit perdagangan. Kalau kita lihat yang lain seperti minimarket lain itu ambil profitnya sedikit sekali. Mereka mengambilnya dari perusahaan-perusahaan yang memasukan barang ke mereka, dikenakan charge. Sehingga bisa diperkirakan ya kalah bersaing. Sehingga bukan itu bisnis model yang pas karena saingan-saingannya mengungguli dia," jelas Darmin.

Meski demikian, model bisnis yang diterapkan oleh 7-Eleven ini hanya kurang cocok jika diterapkan di Indonesia. Pasalnya, di negara lain seperti Amerika Serikat (AS), convenience store tersebut terbukti mampu berjaya.

"Di negara lain di AS 7-Eleven berjaya, karena bisnis modelnya dia mungkin bukan restoran, tapi di sana mereka lebih banyak mengandalkan profit dari perdagangan itu sendiri. Di kita saja yang agak lain," ujar dia.

Seperti diketahui, manajemen PT Modern Internasional Tbk (MDRN) mengumumkan menutup seluruh gerai 7-Eleven per 30 Juni 2017.

Direktur PT Modern Internasional Tbk Chandra Wijaya menuturkan, penutupan seluruh gerai itu disebabkan keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh Perseroan untuk menunjang kegiatan operasional gerai 7-Eleven.

Apalagi setelah rencana transaksi material Perseroan atas penjualan dan transfer segmen bisnis restoran dan convenience store di indonesia dengan merek waralaba 7-Eleven beserta aset yang menyertainya oleh PT Modern Sevel Indonesia sebagai salah satu entitas anak dari perseroan kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia mengalami pembatalan. Itu karena tidak tercapainya kesepakatan atas pihak yang berkepentingan.

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya