Jatuhnya 7-Eleven, dari Larangan Jual Bir hingga Salah Kelola

7-Eleven bangkrut karena adanya larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket?

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Jun 2017, 12:07 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2017, 12:07 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai, 7-Eleven sudah berusaha merebut pasar Indonesia.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai, 7-Eleven sudah berusaha merebut pasar Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - PT Modern Internasional Tbk (MDRN) melalui anak usahanya PT Modern Sevel Indonesia akan menghentikan kegiatan operasional seluruh gerai 7-Eleven per 30 Juni 2017. Seluruh gerai 7-Eleven tutup ditengarai akibat kesalahan manajemen dalam mengelola bisnis, termasuk tak kuat dengan larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket oleh pemerintah.

"Dari informasi yang kami dapat, persoalan itu bukan persoalan pasar, tapi karena masalah internal," ucap Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto saat Halalbihalal di rumah dinas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (26/6/2017).

Lebih jauh ia menjelaskan, 7-Eleven dikelola Modern Sevel Indonesia yang merupakan sebuah perusahaan swasta. Operasional perusahaan dapat terganggu karena berbagai macam hal, baik dari perencanaan bisnis yang kurang matang dari manajemen, pemegang saham, dan lainnya.

"Jadi banyak faktor. Pertama, perencanaan bisnis yang terlalu agresif. Kedua, masalah pengelolaan dan ketiga, persoalan pemegang saham. Tidak semua pangsa pasar dipegang yang mencerminkan keuntungan. Tinggal seberapa kuat pemegang saham investasi dananya, sementara mereka punya time frame beda untuk return of investment. Ini murni kasus swasta saja," kata dia.

Airlangga menilai, 7-Eleven sudah berusaha merebut pasar Indonesia. Beberapa kali mencoba meringsek masuk, tapi mengalami hambatan di upaya pertamanya. Kemudian yang kedua kali, kata dia, terlampau agresif sehingga justru menghantam keuntungannya.

"Kalau pasar ritel sekarang memang ada penurunan, tapi 7-Eleven terlalu progresif proyeksinya. Sedangkan namanya pasar selalu ada koreksi, kadang-kadang kan pasar juga bisa bubble. Pemerintah terus melihat perkembangannya," tutur Mantan Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia itu.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Sukamdani menilai, persaingan di bisnis ritel saat ini cukup ketat dengan perolehan marjin tipis. Namun demikian, informasi yang beredar, 7-Eleven bangkrut karena adanya larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket.

"Konon katanya yang menyebabkan 7-Eleven drop penjualan karena larangan minol (minuman beralkohol) ya, sehingga mereka mulai kehilangan kompetitive advantage. Sedangkan di ritel kalau konsep tidak kuat, bisa kalah yang sama lain," jelasnya.

Penyebab lainnya, diakui Haryadi, manajemen 7-Eleven tidak mampu mengatasi persaingan ritel modern yang berat. Manajemen, lanjutnya, tidak siap mengantisipasi hal tersebut.

"Mereka kan pemain belakangan, dan karena kehilangan competitive advantage, serta kurangnya manajemen mengantisipasi persaingan menyebabkan 7-Eleven tidak bisa bertahan lebih lanjut. Belum lagi ada masalah keuangan dan Charoen pun akhirnya mundur (pengalihan aset)," jelas Hariyadi.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya