Produksi Terus Naik, Swasembada Jagung Bisa Terwujud Akhir 2017

Pemerintah menjadikan jagung sebagai satu komoditas pangan strategis nasional.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Jul 2017, 14:20 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2017, 14:20 WIB
Gubernur Lampung Imbau Petani Tanam Jagung
Gubernur Lampung, M Ridho Ficardo mengimbau petani beralih ke tanaman jagung sebagai respons jangka pendek akibat kejatuhan harga singkong.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menjadikan jagung sebagai satu komoditas pangan strategis nasional. Oleh karena itu, Kementerian ESDM banyak membuat program prioritas dan terus mendorong produksi untuk mencapai swasembada jagung.

"Parameter produksi, konsumsi, maupun ekspor-impor mengindikasikan ada sinyal kuat swasembada jagung terwujud pada 2017," ungkap Fungsional Statistisi pada Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian, Wieta B Komalasari, dalam keterangan tertulis, Kamis (13/7/2017).

Wieta mengatakan, sinyal yang pertama, terlihat dari parameter produksi selama dua tahun terakhir naik tajam. Data BPS, produksi jagung 2016 sebesar 23,58 juta ton atau naik 20,23 persen dibandingkan 2015 yang tercatat 19,61 juta ton. Selain itu, pada 2017 angka ramalan sementara 26 juta ton naik 10,31 persen. Peningkatan produksi selama dua tahun tersebut memberikan nilai tambah Rp 26 triliun.

"Provinsi penyumbang jagung nasional adalah Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan share 45 persen, serata delapan provinsi berturut turut Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, NTB dan Jawa Barat dengan share 41 persen," ujar Wieta.

Sinyal yang kedua, dilihat dari parameter pemenuhan kebutuhan jagung domestik. Produksi jagung ini dipastikan mencukupi kebutuhan untuk pakan ternak, konsumsi langsung, bahan baku industri makanan dan lainnya.

Kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak sekitar 8,5 juta ton per tahun dan kebutuhan pakan unggas rakyat 6 juta ton dapat dipenuhi dari jagung lokal. Dengan begitu, terlihat neraca jagung akan surplus lebih dari 3 juta ton.

"Program peningkatan produksi jagung diikuti dengan kebijakan pengendalian impor. Hasilnya, kebutuhan jagung domestik dipasok dari dalam negeri. Pada tahun 2016, total impor jagung turun 62 persen dan pada 2017 tidak impor jagung untuk pakan ternak," jelas dia.

Sinyal yang ketiga, dilihat dari kinerja Import Dependency Ratio (IDR), terlihat pada Januari-Mei 2017 rasio ketergantungan impor jagung menurun drastis dibandingkan periode sama tahun 2016. Nilai IDR Januari-Mei 2017 sebesar 2,06 persen, menurun tajam dibandingkan Januari-Mei 2016 sebesar 6,84 persen.

"Bila dirinci untuk jagung segar, IDR tahun 2017 adalah 1,38 persen turun dari 2016 sebesar 6,10 persen," kata dia.

Untuk diketahui pada data BPS, Januari–Mei 2017 tidak ada impor jagung untuk pakan ternak, pada periode tersebut total impor jagung 278 ribu ton turun 68,38 persen dari 2016 sebesar 881 ribu ton.

“Nilai ekonomi dari pengendalian impor pada Januari-Mei 2017 ini saja sudah berhasil menghemat devisa Rp 1,5 triliun,” ungkap Wieta.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya