Liputan6.com, Jakarta Selama dua jam Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menggelar rapat, membahas langkah renegosiasi Indonesia dengan PT Freeport Indonesia di kantor Kementerian ESDM pada hari ini.
Dari pengamatan, Kamis (10/8/2017), Sri Mulyani keluar dari ruang kerja Jonan sekitar pukul 17.00 WIB. Ia langsung terburu-buru pergi tanpa menjawab pertanyaan para awak media yang sudah menunggu selama dua jam rapat.
Sri Mulyani yang mengenakan setelan kemeja batik itu hanya menggelengkan kepala dan melempar senyum tipis kepada awak media. Kemudian, ia bergegas masuk ke mobilnya.
Menyusul di belakangnya ada Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Suahasil Nazara; Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto; dan Dirjen Kekayaan Negara, Isa Rachmatarwata.
Advertisement
Baca Juga
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, menjelaskan tak ada hal baru dalam pertemuan tersebut.
Kedua menteri hanya menyamakan suara dalam proses renegosiasi dengan Freeport Indonesia.
"Tidak ada yang baru, masih empat isu (Freeport). Ini obrolan Pak Menteri (ESDM) dan Ibu Menkeu. Jadi ke menteri saja, satu suara ke Pak Menteri. Kami kan cuma mendengarkan," ujar Bambang Gatot.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara, mengatakan, pemerintah masih berunding dengan Freeport untuk empat isu, yakni keberlanjutan operasi, pembangunan smelter, penerimaan negara, dan divestasi. Semua itu dipimpin Kementerian ESDM.
"Kita sudah melakukan beberapa perhitungan yang memastikan berapa sih selama ini Freeport bayar, berdasarkan data pajak, bea cukai, PNBP. Lalu, kita konfirmasi balik ke Freeport sebagai basis perhitungan ke depan," terangnya.
"Kita diskusi dengan Freeport di tingkat teknis. Dan di tingkat strategis, nanti Bu Menteri (Sri Mulyani), Menteri ESDM, dan menteri-menteri terkait merumuskan berapa yang ditawarkan ke Freeport," jelas Suahasil.
Menurut Suahasil, Freeport harus memenuhi aturan perundang-undangan yang berlaku ketika status Kontrak Karya berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Ini bukan masalah maksa, tidak ada yang maksa. Ini proses karena Freeport bergeser dari KK, maka sesuai ketentuan yang berlaku, kalau mau ekspor, maka Kementerian ESDM mengeluarkan izin IUPK," ujarnya.
"Izin sementara sudah dikeluarkan, dan dalam proses renegosiasi ini untuk terms-terms yang baru. Dalam proses renegosiasi, kita lihat aturan perundang-undangan yang ada. Misal IUPK, membayar sesuai UU yang berlaku dan itu kita sampaikan ke Freeport. Bentuk hukum harus dijaga, dan kesepakatan kita tuangkan dalam bentuk dokumen legal," kata Suahasil.
Tonton video menarik berikut ini: