Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengalokasikan triliunan rupiah untuk membeli alat utama sistem pertahanan (alutsista) dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Anggaran disiapkan sekitar Rp 11,7 triliun yang berasal dari utang luar negeri (ULN) pemerintah untuk belanja alutsista.
Belanja alutsista ini dinilai bukan dari utang, melainkan anggaran belanja rutin biasa. Hal itu mengingat alutsista bukan bagian dari kegiatan ekonomi produktif. Namun, alutsista ini dinilai mampu memberikan efek peningkatan produk domestik bruto (PDB) Indonesia ke depannya.
"Catatan saya, memang agak sedikit aneh, ketika belanja modal pertahanan ditambal memakai utang (luar negeri). Biasanya pos anggaran ini masuk ke dalam anggaran belanja rutin biasa," kata Staf Ahli Ekonomi Komite Ekonomi dan Industri nasional (KEIN) Ronny P Sasmita kepada Liputan6.com, Selasa (26/9/2017).
Advertisement
Baca Juga
Ronny menuturkan, alokasi anggaran untuk alutsista biasanya memang mendapat porsi yang lumayan besar karena berbagai faktor, terutama faktor politik. Misalnya, untuk tetap menjaga profesionalisme militer, salah satunya dengan keberpihakan fiskal dari penguasa sipil kepada militer, agar independensinya tetap bisa dijaga.
Pembiayaan belanja modal pertahanan dari utang luar negeri, menurut Ronny, menjadi satu pertanda keterbatasan fiskal pemerintah saat ini. Dengan kapasitas fiskal yang terbatas, pemerintah masih tetap memperjuangkan pos anggaran belanja modal pertahanan, sekalipun ditutup dari utang luar negeri.
"Jadi ada dua hal yang terbaca di sini. Pertama, kondisi fiskal pemerintah yang memang sedang morat-marit, penerimaan pajak yang kian mepet, sementara belanja negara kian meningkat," tambah dia.
Sementara kedua, sekalipun demikian, pemerintah masih tetap memandang belanja pertahanan sebagai belanja yang penting. Selain itu, berkaca ke negara-negara maju, kalau militer memang diposisikan sebagai garda terdepan pertahanan, belanja pertahanan memang penting. (Yas)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Penjelasan Kemenkeu soal Beli Alat Tempur Pakai Utang
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalokasikan triliunan rupiah dari pinjaman dalam maupun luar negeri untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dan alat material khusus (alumatsus) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Ini adalah kebutuhan belanja dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Polri.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara, mengungkapkan, alokasi pinjaman (netto) di RAPBN 2018 sebesar negatif Rp 15,5 triliun di 2018. Terdiri dari pinjaman dalam negeri (netto) sebesar Rp 3,1 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar negatif Rp 18,6 triliun.
Jumlah untuk pinjaman luar negeri negatif Rp 18,6 triliun. Artinya, penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp 51,5 triliun, sementara pembayaran cicilan pokok utang Rp 70,1 triliun. Dari penarikan pinjaman Rp 51,5 triliun, terdiri dari pinjaman tunai Rp 13,5 triliun dan pinjaman kegiatan proyek Rp 38 triliun.
"Paling banyak pengguna pinjaman luar negeri adalah Kemenhan sebesar Rp 11,7 triliun untuk pembiayaan alutsista," kata Suahasil saat Rapat Panja A Defisit dan Pembiayaan RAPBN 2018 di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 25 September 2017.
Selain Kemenhan, Polri merupakan salah satu pengguna pinjaman luar negeri terbanyak, yakni sebesar Rp 3,3 triliun. Pinjaman itu digunakan untuk pembelian alat material khusus (alumatsus), yakni, helikopter, labfor Mabes Polri, peralatan Serse, serta Siskom di Indonesia bagian Timur di Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.
Suahasil menjelaskan, Kemenhan dan Polri pun mendapatkan jatah anggaran yang berasal dari pinjaman dalam negeri di RAPBN 2018 yang totalnya Rp 3,1 triliun. Jatah itu berasal dari penarikan utang Rp 4,5 triliun, sedangkan pembayaran cicilan pokok pinjaman alokasinya Rp 1 triliun.
"Penarikan pinjaman dalam negeri Rp 4,5 triliun ini, terdiri dari Rp 3,5 triliun untuk Kemenhan dan Polri Rp 1 triliun untuk membiayai alutsista dan alumatsus yang diproduksi industri pertahanan dan keamanan dalam negeri," ujar dia.
"Pemberi pinjaman dalam negeri adalah bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)," dia menambahkan.
Advertisement