Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akhirnya angkat bicara mengenai beredarnya surat peringatan utang PLN, yang dilayangkan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
Sri Mulyani mengatakan, pengiriman surat tersebut didasarkan atas kesadarannya sebagai pengelola keuangan negara dan pemantau risiko keuangan.
"Sesuai dengan tugas dari kami sebagai pengelola keuangan negara dan bagian dari memonitor resiko," kata Sri Mulyani, saat rapat dengan Komisi XI DPR, di Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Advertisement
Baca Juga
Sri Mulyani mengakui, PLN memiliki tugas penting dalam menyediakan listrik di Indonesia. Mulai dari proyek percepatan Ketenaga Listrikan (Fast Track Proramg/FTP) 10 ribu Mega Watt (MW) pada pemerintahan lalu dan program keli‎strikan 35 ribu MW pada pemerintahan saat ini.
Untuk menjalankan proyek tersebut membutuhkan neraca keuangan yang kuat,‎ PLN memperoleh dana dari berbagai sumber salah satunya utang.
"Maka ada yang utangnya itu dalam bentuk pembayaran utang kembali plus bunganya,tetapi juga ada utang yang membutuhkan semacam guarantee dari pemerintah. Total garansi dari PLN sekitar 25 persen dari seluruh total utang PLN yang subject to DSR," tambah dia.
Sri Mulyani pun memantau kondisi keuangan PLN, yaitu jumlah penerimaan biaya operasi di bawah dari kebutuhan untuk membayar utang dan cicilannya di bawah ‎1,5 kali.
Atas kondisi tersebut, maka Sri Mulyani melayangkan surat ke dua menteri, meski sebagian merupakan kewenangan PLN tetap pemerintah memiliki kebijakan yang melatar belakangi PLN melaksanakan program kelistrikan.
"Kita lihat di tahun 2017, mereka kondisinya di bawah 1(cicilannya)‎, makanya kami tulis itu karena sebagian adalah domain korporat PLN tapi sebagian adalah karena policy pemerintah. Oleh karena itu surat itu ditujukan Ke ESDM dan BUMN," ‎tutup Sri Mulyani.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Isi Surat
Sri Mulyani melayangkan surat ke Menteri ‎Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Surat tersebut berisi kekhawatiran tentang kegagalan PT PLN (Persero) ‎membayar utang yang berisiko pada keuangan negara.
Seperti yang dikutip dari surat Menteri Keuangan bernomor‎ S-781/MK.08/2017, soal Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Rabu 27 September 2017, Sri Mulyani menyampaikan lima poin penting yang harus diperhatikan Menteri Rini dan Menteri Jonan.
Pertama mengenai kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus mengalami penurunan, seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang‎ tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.
Hal ini menyebabkan, dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan walver pada lender PLN, sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman, untuk menghindari cross default atas pinjaman PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.
Kedua, terbatasnya internal fund PLN untuk melakukan investasi, dalam melaksanakan penugasan pemerintah berdampak pada ketergantungan PLN dari pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun pinjaman dari lembaga keuangan Internasional.
Ketiga, berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.
Sementara itu, pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target, adanya kewajiban pemerintah untuk meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.
Keempat, Sri Mulyani mengungkapkan, dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari TTL yang dibayarkan oleh pelangan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan adanya regulasi yang mendorong penurunan harga biaya produksi listrik.
"Selain itu, kami mengharapkan saudara dapat mendorong PLN untk melakukan efisiensi biaya operasi, terutama energi primer guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang," lanjut Sri Mulyani dalam poin keempat surat tersebut.
Kelima, terkait dengan penugasan program 35 GW, Sri Mulyani berpendapat perlu dilakukan penyesuaian terkait target investasi PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PLN dalam memenuhi pendanaan investasi cashflow operasi, tingginya outlook debt maturity profile, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan sumber risiko fiskal pemerintah," tutup Sri Mulyani.
Advertisement