Organda: Bisnis Angkutan Umum Makin Terpuruk di Semester II

Penurunan jumlah penumpang taksi konvensional hingga saat ini mencapai 57 persen.

oleh Septian Deny diperbarui 05 Okt 2017, 12:33 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2017, 12:33 WIB
20170526-Terminal Kampung Melayu Jakarta-Fanani
Penumpang turun dari angkutan umum (angkot) di Terminal Kampung Melayu, Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengungkapkan bisnis transportasi konvensional semakin terpuruk di semester II 2017. Hal ini salah satunya akibat kalah bersaing dengan ‎transportasi berbasis aplikasi seperti taksi online.

Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, kondisi ini bukan hanya terjadi pada taksi konvensional, tetapi juga pada moda transportasi lainnya, seperti bus kota dan angkutan lingkungan (angling), termasuk angkutan barang.

"Semester II ini kondisinya makin terpuruk. Ini untuk semua moda transportasi, termasuk angkutan barang. Hanya memang angkutan barang terpuruknya lebih kecil dibandingkan angkutan orang," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (5/10/2017).

‎Dia menjelaskan, terpuruknya bisnis angkutan konvensional ini ditandai dengan penurunan jumlah penumpang yang signifikan sehingga turut berdampak pada omset perusahaan angkutan. Sebagai contoh, penurunan jumlah penumpang taksi konvensional hingga saat ini mencapai 57 persen.

"Ada beberapa klasifikasi, angkutan kecil seperti mikrolet penurunan di atas 40 persen, taksi turun 57 persen, angling seperti bajaj itu 30 persen. Ini penurunan penumpang, yang secara otomatis berdampak pada omset," kata dia.

Bahkan menurut Shafruhan, untuk moda transportasi seperti bus kota, kini ‎sudah hampir hilang. Yang mampu bertahan hanya yang terintegrasi dengan mode transportasi lain seperti TransJakarta atau KRL Commuterline.

"Kalau bus kota yang punya swasta sudah hampir hilang di Jakarta, kecuali kopaja dan metromini, yang juga sebenarnya sudah terpuruk. Hampi hilang artinya yang beroperasi paling tidak sampai 10 persen. Bus kota itu misalnya PPD, Mayasari Bakti yang dalam kota dan lain-lain, yang tidak terintegrasi dengan TransJakarta," tandas dia.

 

Setop Operasi

Perusahaan transportasi yang tergabung Organisasi Angkutan Darat (Organda) akan melakukan mogok massal jika pemerintah tidak bersikap tegas dalam mengatur taksi online. Hal ini menjadi salah satu poin putusan Rapat Pimpinas Nasional (Rapimnas) Organda pada 27 September 2017 lalu.

Demikian disampaikan Ketua DPD Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan saat dihubungi Liputan6.com, di Jakarta, Kamis (5/10/2017).

"Jika sampai dengan akhir bulan Oktober ini pemerintah masih tidak tegas dan jelas untuk menindak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Uber, Grab, Gocar maka hasil Rapimnas Organda minggu lalu kita sudah sampaikan juga ke beberapa media bahwa Organda akan mengambil sikap yakni, salah satu butirnya melakukan setop operasi dari semua moda angkutan baik angkutan orang maupun barang termasuk angkutan pelabuhan," jelas dia.

Dia menuturkan, perusahaan taksi online menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Lantaran mereka telah menentukan tarif sendiri.

"Masak perusahaan asing bisa seenaknya menjalankan kegiatan usaha IT-nya dengan menggerakan kendaraan transportasi dengan tarif sesuka hatinya," ujar dia.

Pria yang juga Direktur PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) pesimistis segala strategi yang diterapkan bakal mendorong kinerja perusahaan transportasi konvensional. Sebab itu, dia meminta pemerintah bersikap tegas.

"Sebaik apapun strategi yang dibuat perusahaan angkutan umum, kalau pemerintah tidak tegas menerapkan aturan, law enforcement tidak jelas dan persaingan tidak sehat terus dibiarkan pemerintah, khususnya berkaitan dengan tarif yang tidak masuk akal, maka dalam waktu tidak lama perusahaan angkutan umum yang ada di Indonesia akan collapse," ujar dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya