Pengusaha Bisnis Online: Kami Tidak Pernah Jual Data Konsumen

Jual beli data nasabah perbankan sempat menghebohkan publik belum lama ini. Salah satunya didorong dari perilaku konsumen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Okt 2017, 08:15 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2017, 08:15 WIB
Bersiap untuk Diskon 80 Persen Belanja Online di 13 Kota
Budaya berbelanja online dinilai mampu menumbuhkan titik-titik perekonomian baru, hingga ke daerah-daerah. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Jual beli data nasabah perbankan sempat menghebohkan publik belum lama ini. Perbankan disebut-sebut sebagai pihak yang menyebarkan data tersebut. Namun ditepis karena sebetulnya perilaku nasabah atau konsumen yang membuat data pribadinya bocor, salah satunya kebiasaan berbelanja online.

Menanggapi hal tersebut, Co-Founder dan CFO Bukalapak, M Fajrin Rasyid menegaskan pelaku bisnis e-commerce atau perdagangan online, khususnya Bukalapak tidak pernah menjual data ke pihak lain.

"Kita tidak pernah menjual data ke pihak lain," tegas Fajrin saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (16/10/2017).

Dia mengatakan, perusahaan selalu berupaya meningkatkan keamanan sistem. Salah satunya dengan program bug bounty yang mengundang para hacker untuk membobol sistem Bukalapak.

"Kami berupaya meningkatkan keamanan sistem, dengan program bug bounty, mengundang hacker. Tolong hack Bukalapak, kalau berhasil, saya kasih reward. Ini menjadikan platfom kami relatifly aman," ujar dia.

Program bug bounty, Fajrin mengakui, lazim dilakukan perusahaan teknologi global, yaitu Google, Facebook, dan lainnya. Dengan demikian, sistem perusahaan-perusahaan tersebut relatif aman sampai saat ini.

Walaupun demikian, dia tidak bisa mengklaim seluruh sistem bisnis online (e-commerce) di Indonesia aman. "Saya tidak bisa bilang seluruh e-commerce ya. Ini sesuatu yang tidak mudah, karena bug bounty tidak banyak dilakukan e-commerce di Indonesia. Jadi saya bilang relatif (aman)," tutur Fajrin.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Belanja Online Rawan Penyebaran Data?

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri Tbk, Rohan Hafas mengungkapkan, selain gesek kartu ganda, perilaku lain yang rawan terhadap penyebaran data adalah berbelanja online.

"Kalau beli online, kan pada daftarin tuh nomor kartunya. Mau bayar, masukkan tiga digit belakang nomor kartu. Itu siapa yang ngatur keamanannya di toko online? Belum ada kan," tutur dia.

"Sedangkan bank very regulated, ada banknya, diawasi Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Bisa ketahuan dari situ. Nah kalau online bagaimana keamanannya," Rohan menerangkan.

‎Rohan pun mengatakan, belanja online via ponsel dengan menggunakan wifi publik juga rawan kena hack. "Belanja di hape, pakai wifi umum. Sangat gampang sekali di hack, bisa dapat deh data mereka," ujar Rohan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya