Genjot Ekonomi, Desa di Bangkalan Diusulkan Jadi Kampung Iklim

Dalam Kampung Iklim, warga diberdayakan secara ekonomi dengan mengedepankan aspek lingkungan, seperti penanaman mangrove.

oleh Nurmayanti diperbarui 25 Okt 2017, 13:23 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2017, 13:23 WIB
Ilustrasi hutan mangrove.
Ilustrasi hutan mangrove. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Desa Labuhan, Sepulu di Kabupaten Bangkalan didorong untuk menjadi desa pertama di Madura yang terlibat dalam Program Kampung Iklim (Proklim). Dalam Kampung Iklim, warga diberdayakan secara ekonomi dengan mengedepankan aspek lingkungan, seperti penanaman mangrove yang telah dilakukan warga Labuhan.

Selain itu, pengelolaan sampah didorong menjadi biogas, membentuk embung (waduk) guna meningkatkan cadangan air, atau peningkatan kapasitas warga sekitar agar berupayaa menjaga lingkungan dan kebersihan. "Apabila sudah masuk Proklim, sumbangan suatu desa terhadap pengurangan efek GRK bisa dihitung dengan pasti,” katanya.

Keberhasilan konservasi dan rehabilitasi kawasan mangrove menjadi salah satu faktor kuat untuk mendukung Labuhan berpartisipasi dalam gerakan nasional pengendalian perubahan iklim berbasis komunitas untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

"Kami mendorong Pemerintah Kabupaten Bangkalan untuk diusulkan menjadi desa atau kampung iklim. Kawasan mangrove lebih efektif sekitar 5 persen dalam menyerap emisi karbon dibandingkan kawasan hutan lain," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur, Diah Susilowati dalam keterangannya, Rabu (25/10/2017).

Selama ini, tutur dia, belum ada satu desa pun di Madura yang mendapat status kampung iklim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bahkan untuk level provinsi saja baru ada beberapa seperti desa di Bojonegoro, Blitar dan Malang. "Mekanismenya diusulkan dari daerah, lalu pusat yang menilai dan memutuskan," kata dia.

Prolim telah diluncurkan sebagai gerakan nasional pada Desember 2016. Program yang telah dilaksanakan sejak 2012 ini bertransformasi dari memberikan apresiasi terhadap wilayah administratif paling rendah setingkat RW/dusun dan paling tinggi setingkat kelurahan/desa, menjadi mendorong dan memfasilitasi tumbuhnya Kampung Iklim melalui pengayaan inovasi program adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim yang dilaksanakan secara kolaborasi antara pemerintah (party) dengan “nonparty stakeholder”.

Selain itu, kriteria lokasi Proklim juga diperluas mencakup wilayah yang masyarakatnya telah melakukan upaya adaptasi dan mitigasi secara berkesinambungan, seperti komunitas pondok pesantren, perguruan tinggi, dan lain-lain. Hal ini juga sebagai wujud pelaksanaan Perjanjian Paris dimana Pemerintah RI telah meratifikasinya menjadi Undang-Undang No 16 Tahun 2016 tentang Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim.

General Manajer (GM) PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) Kuncoro Kukuh mengatakan PHE WMO berkomitmen untuk mendukung pembentuan Proklim di Labuhan.

Dia mengatakan perusahaan selalu mendukung Taman Pendidikan Mangrove (TPM). Penanaman mangrove dan cemara laut di Labuhan telah menghasilkan 839,24 Ton CO2eq serapan karbon per tahun.

“Secara keseluruhan, pengelolaan area konservasi mangrove di Labuhan ini sudah sangat bagus. Tapi, kegiatan kampanye agar kita semua tetap menjaga kelestarian hutan mangrove ini perlu terus digalakkan. Salah satunya, mengingatkan bahaya sampah pagi pohon mangrove.

Diharapkan program mangrove akan bermanfaat tidak hanya warga sekitar tapi masyarakat umum. Mangrove juga tidak hanya cegah abrasi api juga bernilai ekonomi dan pariwisata," kata dia.

TMP yang telah membangun kerja sama dengam 13 perguruan tinggi di Indonesia dalam pengembangan riset mangrove seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Trunojoyo, dan Universitas Trisakti Jakarta, telah berkembang menjadi sentra pemeliharaan lingkungan, sosial, maupun ekonomi masyarakat sekitar.

“Kehadiran TPM sangat membantu masyarakat sekitar. Sekarang masyarakat sadar bahwa lingkungan harus dijaga. Selain itu, masyarakat telah merasakan manfaat ekonomi dari terpeliharanya ekosistem mangrove,” tutur Sekretaris Kelompok Tani Mangrove Cemara Sejahtera, Sjahrir.

Menurut Sjahrir, pembinaan lingkungan mangrove secara langsung mengajarkan masyarakat untuk kreatif memanfaatkan potensi ekonomi sekitar. Dia menyebut saat ini masyarakat sudah ada yang mengembangkan kopi Labuhan, yakni produk kopi lokal yang dicampur dengan biji mangrove.

Selain itu, berkembang pula budidaya kepiting soka dan pepaya celini. “Sebelum ada pengembangam hutan mangrove desa ini kerap banjir rob dari laut. Namun saat ini sudah jauh membaik, bahkan ekosistem flora dan fauna semakin hidup dengan melimpahnya ikan,” tuturnya.

Hutan bakau yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi di bawah pengawasan Badan Pengelola Hutan Mangrorve (BPHM) Wilayah I Bali itu kini menjadi salah satu destinasi wisaya di pesisir utara Pulau Madura. Pada hari libur, ratusan pengunjung dari berbagai daerah, berdatangan menikmati kesejukan hutan mangrove seluas 3,5 hektare. Ada 17 jenis mangrove di area ini, antara lain Sonneratia Alba (Prapat), Rizhophora Stylosa, Stenggi, Rhizopora Apiculata, Sonneratia Alba, Rhizophora Mucronata, Ceriops Tagal, dan Avicenna Marina.

 

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya