Pengelolaan Gambut Terganjal Peta Lahan yang Akurat

Persoalan lahan gambut dan pengelolaannya masih sering terjadi di Indonesia

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 01 Nov 2017, 20:50 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2017, 20:50 WIB
Lahan Gambut
Guru SD di Bengkalis Riau menolak kembali menanam sawit di lahan gambutnya (Liputan6.com / M.Syukur)

Liputan6.com, Jakarta Persoalan lahan gambut dan pengelolaannya masih sering terjadi di Indonesia. Untuk memperbaiki pengelolaan lahan gambut, diperlukan instrumen penting yaitu peta lahan gambut itu sendiri.

Pengamat dan juga Pembina Yayasan Dr. Sjahrir, Dr. Kartini Sjahrir mengatakan, Indonesia memiliki lahan gambut tropis yang luas. Lahan gambut tersebut dapat menyusut atau bahkan hilang. Karena itu, pemantauan lahan gambut secara periodik sangat diperlukan.

"Salah satu instrument penting dalam mendukung pengelolaan gambut adalah tersedianya peta gambut yang akurat. Karena itu, hari ini kita diskusikan bersama,” kata dia, Rabu (1/11/2017).

Penyebab umum penyusutan lahan gambut di Indonesia, adalah pemanfaatan lahan gambut yang dikelola secara intensif tanpa mempertimbangan kaidah konservasi tanah dan air.

"Padahal pengelolaan lahan gambut yang tepat merupakan salah satu upaya dalam memenuhi target penurunan emisi karbon," lanjutnya.

Menurut World Resources Institut (WRI Indonesia) semua peta gambut yang tersedia di Indonesia masih dalam skala kecil, sehingga belum bisa menjawab permasalahan pengelolaan gambut dan restorasi di tingkat tapak.

 

selanjutnya

Sementara itu, Deputi I bidang Perencanaan dan Kerjasama Badan Restorasi Gambut (BRG), Budi Satyawan Wardjama, BRG awalnya bekerja menggunakan data peta yang ada dan

"Ada 14 peta dan semua beda-beda, untungnya ada wali data peta tanah dan peta lahan gambut Balitbangtang Kementan. Tapi sayangnya data terakhir tahun 2011 dan belum terupdate,”ungkap Budi

Dari peta indikatif yang ada dari KLHK (skala 1:250.000), BRG melakukan inventarisasi dan pemetaan ekosistem gambut, kemudian melakukan pemetaan skala besar dan melakukan identifikasi kondisi hidrotopografis, kerusakan gambut dan tutupan, serta sosio-ekonomis.

BRG menggunakan teknologi LiDAR (Light Detection Ranging) yang dapat menghasilkan peta skala besar hingga 1: 2.500, dan mendapatkan detail kondisi yang bisa ditampilkan dengan pemodelan tiga dimensi.Pemerintah juga menyadari pentingnya peta yang lebih akurat, dan bisa digunakan sebagai acuan bersama dalam menentukan sebuah kebijakan.

Karena itu, tahun 2016 Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2016, Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1: 50.000.

Percepatan Pelaksanaan KSP pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000 bertujuan untuk terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal guna percepatan pelaksanaan pembangunan nasional.

Dalam aturan ini, pemerintah menargetkan penyelesaian peta-peta tematik bertahap sesuai rencana aksi percepatan kebijakan satu peta sampai 2019. Kebijakan satu peta bertujuan antara lain, memudahkan penyelesaian konflik, sampai tumpang tindih pemanfaatan lahan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya