‎Badai Dahlia Jadi Ancaman Inflasi

Insentitas hujan tinggi di beberapa ‎daerah berpengaruh terhadap harga beras, cabai merah, dan beberapa komoditas lain.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Des 2017, 17:00 WIB
Diterbitkan 04 Des 2017, 17:00 WIB
Badai Dahlia
Badai Cempaka dan sikon tropis Dahlia membuat para nelayan di pantai selatan Garut, Jawa Barat, menambatkan perahunya. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengimbau kepada pemerintah untuk terus menjaga stabilitas harga pangan menjelang akhir tahun. Pasalnya ada ancaman Badai Dahlia yang akan mengganggu pasokan dan distribusi bahan pangan sehingga berpotensi mengerek harga sehingga menimbulkan inflasi.

Direktur Statistik Harga BPS, Yunita Rusanti mengungkapkan, Badai Dahlia muncul dan menyebabkan hujan deras disertai angin kencang di beberapa daerah‎. Badai tersebut menganggu sejumlah tanaman pangan, seperti beras dan cabai merah.

"Harus hati-hati (Badai Dahlia) karena cabai merah, beras, dan komoditi pangan lain bisa terganggu suplai dan distribusinya. Daerah banjir kan menghambat distribusi," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (4/12/2017).

Untuk diketahui, beberapa komoditas bahan makanan yang memberikan sumbangan inflasi cukup besar di November ini adalah ‎cabai merah 0,06 persen, beras 0,03 persen dengan bobot 3,75 persen, bawang merah andilnya 0,02 persen, daging ayam ras, ikan segar, dan telur ayam ras masing-masing memberi andil 0,01 persen.

Yunita berharap, Badai Dahlia tidak akan mempengaruhi inflasi secara keseluruhan hingga akhir tahun ini yang ditargetkan 4,3 persen. Menurutnya, pemerintah dan Bank Indonesia selalu berkoordinasi serta berupaya mengendalikan laju inflasi.

‎"Mudah-mudahan dampaknya tidak signifikan, karena pemerintah berupaya menjaga stabilitas harga bahan pangan dari suplai dan distribusi," ujar Yunita.

Sementara itu, Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengaku bahwa, cuaca dengan insentitas hujan sangat tinggi di beberapa ‎daerah berpengaruh terhadap harga beras, cabai merah, dan beberapa komoditas lainnya.

"Cuaca di beberapa daerah kurang bersahabat, jadi berpengaruh ke harga gabah, ‎cabai merah, dan beberapa komoditas lain," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Dampak letusan Gunung Agung

Terkait dampak letusan Gunung Agung, Bali ke inflasi, Kecuk menilai tidak akan terlalu signifikan. Dia mengatakan, ‎dari realisasi inflasi 0,20 persen di November 2017, inflasi tertinggi di tempati oleh Singaraja, Bali dengan capaian 1,80 persen.

"Inflasi di Singaraja paling tinggi‎ 1,80 persen di November karena ada tiga komoditas yang mempengaruhi. Pertama, kenaikan harga pasir. Lalu beras, dan bawang yang masing-masing 0,18 persen dan 0,12 persen," jelas Kecuk.

Terjadi kenaikan harga pasir di Singaraja, kata Kecuk, disebabkan karena sebagian pasir diambil dari daerah Klungkung dan Karang Asem. "Jadi harus putar jalan (terkena dampak Gunung Agung), sehingga meningkatkan ongkos angkutan," ujarnya.

Namun demikian, Kecuk meyakini dengan upaya pemerintah dan BI menjaga inflasi, khususnya dari gejolak harga pangan, inflasi dapat berada pada target 4,3 persen di 2017.

"Kalau ‎Desember sama seperti tahun lalu saja 0,42 persen dan saya pikir tidak akan sebesar itu, maka inflasi tahun ini akan terkendali sesuai target pemerintah 4,3 persen. Beras kan cuma naik tipis, dan cabai merah konsumsinya kalau bisa kurangi bersama," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya