RI Rawan Gempa, Pengusaha Minta Ini ke Pemerintah

Pemerintah perlu memperhatikan kualitas infrastruktur untuk mengantisipasi kerusakan akibat gempa.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 17 Des 2017, 06:41 WIB
Diterbitkan 17 Des 2017, 06:41 WIB
Kondisi di Garut pasca gempa yang berpusat di Tasikmalaya
Kondisi di Garut pascagempa yang berpusat di Tasikmalaya (Liputan6.com/ Jayadi Supriyadin)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia merupakan negara yang rentan terlanda bencana gempa bumi karena letak geografisnya. Namun kondisi ini tidak membuat pengusaha khawatir berbisnis di Indoneia.

Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, ‎investor memiliki banyak pertimbangan sebelum menanamkan modalnya pada sebuah wilayah atau negara, termasuk pertimbangan letak geografis dan kondisi alam.

"Investor tentu akan mempertimbangkan berbagai aspek jika ingin berinvestasi di suatu negara, termasuk aspek geografis apakah suatu negara rawan gempa atau tidak," kata Sarman, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Minggu (17/12/2017).

Khusus di Indonesia, meski selama ini beberapa daerah tercatat memiliki potensi terjadi gempa, tetapi kondisi tersebut tidak membuat investor khawatir. Itu sebabnya minat pengusaha berinvestasi di Indonesia masih tinggi.

Dia membandingkan Indonesia dengan Jepang. Kondisi Indonesia dinilai masih lebih baik. "Saya melihat bahwa gempa yang ada di Indonesia tidak seperti yang terjadi di Jepang, sehingga tidak akan mengurangi minat Investor untuk berinvestasi di Indonesia," tutur Sarman.

Bahkan menurut dia, Indonesia memiliki banyak kelebihan ketimbang negara lain, salah satunya luas negara dan populasi penduduk yang besar sehingga menyingkirkan kekhawatiran investor.

"Jika kita melihat geografis Indonesia sebenarnya bukan negara yang memiliki potensi gempa yang mengkhawatirkan, apalagi dengan luas wilayah kita yang sangat besar di dukung dengan populasi nomor 5 terbesar di dunia tentu menjadi daya tarik bagi investor,"‎ papar dia.

Namun menurut Sarman, pemerintah perlu memperhatikan kualitas infrastruktur untuk mengantisipasi kerusakan akibat gempa, sehingga pasca terjadi gempa kegiatan ‎perekonomian tetap berjalan.

"Struktur berbagai infrastruktur kita seperti bangunan gedung, jembatan irigasi dan lain lain, adalah yang tahan gempa sehingga jika terjadi gempa dapat meminimalisir kerugian," dia menandaskan.

Kronologi Gempa Dahsyat yang Mengguncang Pulau Jawa Jumat Malam

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan kronologi terjadinya gempa yang mengguncang Pulau Jawa, Jumat, 15 Desember 2017 malam.

"Masyarakat merasakan guncangan yang keras khususnya di pesisir selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogya. Lima menit kemudian BMKG mengirimkan informasi adanya gempa 7,3 skala Richter di kedalaman 105 kilometer pada 15 Desember pukul 23.47," ujar Sutopo di Graha BNPB Jakarta Timur, Sabtu (16/12/2017).

Dampak gempa itu, kata Sutopo, membuat masyarakat merasakan guncangan cukup keras berdasarkan Modified Mercalli Intensity (MMI) atau satuan unit pengukur gempa bumi.

"Dari 7,3 kemudian dimutakhirkan oleh BNPB 6,9 skala Richter, sekalian tentang peringatan dini tsunami," dia melanjutkan.

Menurut Sutopo, gempa 6,9 skala Richter berada di daratan dan 6 MMI, artinya guncangan yang keras terdapat di beberapa tempat, yaitu sebagian Tasikmalaya, Pangandaran, dan Kabupaten Banjar.

"Kemudian 5 MMI sebagian Ciamis, Tasikmalaya, Banjar, Singaparna, Cilacap, Banyumas, Cimahi, Bandung, Tegal, Cirebon, dan Indramayu," kata dia.

Ada empat MMI meliputi hampir seluruh wilayah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Jawa Tengah.

Wilayah tersebut merasakan guncangan agak lemah. Inilah, kata dia, yang menyebabkan masyarakat Jakarta merasakan gempa apalagi mereka yang ada di gedung-gedung bertingkat.

"Selang 5 menit setelah gempa bumi, BMKG mengeluarkan peringatan dini tsunami di Jabar, DIY, dan Jateng dengan gempa 7,3 skala Richter," terang Sutopo.

Dengan adanya peringatan dini tersebut, masyarakat pun langsung merespons dengan melakukan evakuasi. Dia mengatakan, saat itu kondisinya memang panik karena merasakan guncangan yang keras.

"Masyarakat berhamburan keluar rumah kemudian setelah memperoleh informasi bahwa warning tsunami, mereka sebagian besar menggunakan kendaraan mengungsi ke tempat-tempat yang lebih tinggi," papar dia.

 

Peringatan Tsunami Dicabut

Sutopo mengaku, BMKG melakukan pemutakhiran dengan mengeluarkan peringatan siaga tsunami untuk wilayah Tasikmalaya dan Ciamis dari kekuatan gempa 6,9 skala Richter.

"Sehingga untuk siaga tsunami di Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya levelnya siaga tsunami, ketinggian tsunami antara 0,5 meter hingga kurang dari 3 meter," terangnya.

Adapun wilayah lain seperti Bantul, Kulonprogo, Cianjur, Garut, Sukabumi, Cilacap, dan Kebumen, level waspada tsunami dengan potensi tsunami kurang dari setengah meter.

Karena itu, BPBD langsung menekan sirine tsunami.

"Sebagian besar sirine tsunami yang berada di selatan Jabar, Jateng, semuanya berbunyi kecuali di Cilacap sempat berbunyi sebentar, kemudian karena PLN mati sirine mati," terang dia.

Selang dua jam setelah itu, peringatan dini tsunami pun akhirnya dicabut.

"Sabtu, 16 Desember 2017 pukul 02.30, BMKG menyatakan peringatan dini tsunami berakhir dan memang kenyataannya di lapangan tidak ada tsunami," ucap Sutopo.

 Dicabutnya peringatan dini dan siaga tsunami tersebut, kata Sutopo, berdasarkan BPBD yang memantau kondisi air laut.

"Berdasarkan laporan dari seluruh BPBD yang memantau kondisi di muka air laut di pantai selatan, tidak ada tanda-tandanya permukaan air laut yang surut," jelas dia.

Dengan begitu, BNPB pun mengimbau warga kembali ke rumah dengan tertib dan aman.

"Petugas gabungan dari BPBD, TNI, Polri, Basarnas, SKPD terkait, PMI, Tagana, relawan NGO, dan masyarakat sampai saat ini masih melakukan penanganan dan pendataan. Kita terus memantau," ujar Sutopo.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya