Harga Telur Melonjak, Pedagang Palmerah Minta Operasi Pasar

Pedagang Pasar Palmerah meminta kepada pemerintah terutama Bulog agar aktif melakukan operasi pasar.

oleh Bawono Yadika diperbarui 02 Feb 2018, 16:30 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2018, 16:30 WIB
Tumiyem (56) pedagang sayur di Pasar Palmerah
Pasar Palmerah Sepi Pasca Harga Pangan Naik

Liputan6.com, Jakarta - Harga telur di Jakarta mengalami lonjakan yang cukup tinggi pada awal Februari ini. Tak berbeda, harga beras juga terus merangkak naik. Sedangkan untuk harga sayuran cenderung stabil. 

Sriah (52), salah satu pedagang sayur di Pasar Palmerah, Jakarta Selatan, menyatakan bahwa harga sayur mayur cenderung stabil di akhir pekan ini. Harga cabai, kentang, bawang merah dan bawang putih tak mengalami lonjakan. 

Berbeda, harga telur mengalami lonjakan yang cukup tinggi. Sriah bercerita, di pekan lalu harga telur masih berada di kisaran Rp 18 ribu per kilogram (kg). Namun pada akhir pekan ini harga telur naik Rp 8.000 per kg menjadi Rp 26 ribu per kg.

Senada, Tumiyem (56), pedagang sayur di Pasar Palmerah, juga mengatakan hal yang sama. Harga telur terus mengalami lonjakan dari semula di antara RP 18 ribu per kg hingga Rp 20 ribu per kg menjadi Rp 26 ribu per kg. 

Selain telur, harga beras juga naik. Namun kenaikan harga beras tidak setinggi telur. Harga beras untuk jenis medium di kisaran Rp 14 ribu per kg. "Kenaikan harga beras hanya sekitar Rp 1.000-Rp 2.000 saja," kata dia di Pasar Palmerah, Jumat (2/2/2018). 

Tumiyem mengeluhkan omzet jualannya terus mengalami penurunan karena jumlah pengunjung di pasar Palmerah terus mengalami penurunan terhitung sejak Lebaran tahun lalu.

Ia menduga kemungkinan besar penurunan jumlah pengunjung tersebut karena harga-harga pangan cenderung tinggi dan sulit untuk turun. 

"Mungkin ekonominya lagi turun," Tumiyem menduga. 

Tumiyem pun meminta kepada pemerintah terutama Bulog agar aktif melakukan operasi pasar. Adanya operasi pasar bisa menekan kenaikan harga pangan terutama beras dan telur. 

Ditanya mengenai harapan mengenai harga pangan ke depan, Tumiyem menutupnya dengan jelas.

"Yah sedang-sedang sajalah, biar bisa menjangkau semua kalangan. Kalau terlalu murah kasihan petani, begitu pun dengan konsumen kalau terlalu mahal bikin susah," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Kenaikan Harga Pangan Jadi Pendorong Inflasi

20170524-Jelang Ramadan, Harga Sembako Stabil-Angga
Aktivitas pedagang di pasar tradisional Senen, Jakarta Pusat, Rabu (24/5). Menghadapi bulan puasa, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan bahwa harga bahan pokok di pasaran terpantau stabil. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi pada Januari 2018 sebesar 0,62 persen. Penyumbang terbesar tingginya inflasi di bulan pertama ini adalah kenaikan harga jual dari komoditas pangan, seperti harga beras, dan peningkatan harga rokok kretek.

Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengatakan, inflasi‎ pada Januari ini sebesar 0,62 persen lebih tinggi dibanding realisasi periode bulan yang sama sebesar 0,51 persen, tetapi lebih rendah dibanding capaian inflasi di Januari 2017 yang sebesar 0,97 persen.

"Penyebab utama terjadinya inflasi 0,62 persen di Januari 2018 karena harga-harga barang bergejolak yang menyumbang inflasi 0,47 persen dan harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) 0,15 persen," ujar Kecuk saat Rilis Inflasi Januari 2018 di kantornya, Jakarta, Kamis kemarin. 

Dia menjelaskan, kelompok bahan makanan mencatatkan inflasi sebesar 2,34 persen dengan andil inflasi 0,48 persen di Januari 2018.

Adapun penyumbang terbesar inflasi pada kelompok ini, sambung Kecuk, adalah harga beras dengan andil inflasi 0,24 persen.

"Harga beras jadi penyumbang terbesar inflasi ini, andilnya 0,24 persen. Disusul daging ayam ras yang memberi andil inflasi 0,07 persen, ikan segar 0,05 persen, cabai rawit 0,04 persen, cabai merah 0,03 persen, serta sayur dan buah dengan andil inflasi 0,01 persen," terang Kecuk.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya