Ketua DPR Ungkap Sebab Ekspor RI Kalah dari Negara Lain

Ekspor Indonesia masih kalan dibanding Thailand, Vietnam dan Malaysia yang menuai kekecewaan Presiden Joko Widodo.

oleh Nurmayanti diperbarui 06 Feb 2018, 15:18 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2018, 15:18 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai, tidak semua masalah di bidang ekspor menjadi tanggung jawab Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ini terkait masih kalahnya ekspor Indonesia dibanding Thailand, Vietnam dan Malaysia yang menuai kekecewaan Presiden Joko Widodo (Jokowi)

“Sebagaimana praktik selama ini, mekanisme ekspor melibatkan kewenangan sejumlah kementerian dan lembaga,” ujar dia di Jakarta, Selasa (6/2/2018).

Menurut Bambang, kinerja ekspor juga ditentukan faktor biaya produksi dalam negeri dan logistik. Dalam konteks biaya produksi, pelaku usaha sering mempersoalkan suku bunga dan harga energi.

Legislator berlatar belakang pengusaha itu menambahkan, pelaku usaha membandingkan tingginya suku bunga di dalam negeri yang mencapai dua digit.

Sementara di Tiongkok dan beberapa negara lain justru menawarkan kredit modal kerja dengan bunga di kisaran 5 persen.

Sedangkan pada aspek logistik ada persoalan inefisiensi. Menurut Bamsoet, faktor logistik sudah menjadi masalah sejak lama yang menyebabkan produk ekspor Indonesia tidak kompetitif.

“Pada faktor logistik inilah tergambar banyaknya kewenangan dari sejumlah kementerian dan lembaga, karena menyangkut angkutan darat, udara, laut, kereta api, manajemen pelabuhan, pergudangan hingga proses pengiriman,” sebut legislator Golkar itu.

Guna meningkatkan kinerja ekspor, dia menambahkan, faktor biaya produksi dan logistik harus dikaji lagi. Sebab, kontribusi faktor suku bunga, harga energi dan faktor logistik cukup signifikan dalam menentukan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional.

“Mendongkrak kinerja ekspor tidak cukup dengan mendeteksi kebutuhan dan permintaan pasar internasional. Upaya itu harus pula didukung oleh strategi produksi dan logistik yang efisien agar bisa mengalahkan produsen dari negara lain,” cetusnya.

Karena itu Bambang menegaskan, pimpinan DPR akan mendorong upaya peningkatan kinerja ekspor. “Mengingat kekuatan ekspor menjadi faktor yang menentukan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, selain investasi dan konsumsi masyarakat,” jelas dia.

Dia pun memastikan DPR akan memberi perhatian serius pada faktor-faktor penghambat pertumbuhan ekspor. Komisi VI DPR yang membidangi perdagangan akan didorong lebih bayak mengagendakan rapat kerja dan dengar pendapat dengan semua institusi yang berwenang mengatur ekspor-impor, termasuk Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Jokowi Tak Puas Lihat Kinerja Ekspor RI

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) lebih aktif membuka pasar baru untuk ekspor produk Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mengejar ketertinggalan ekspor Indonesia dari negara-negara lain di kawasan ASEAN.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk, membeberkan ketidakpuasan Presiden mengenai realisasi kinerja ekspor Indonesia, meskipun ada kenaikan nilai pada tahun lalu. Alasannya karena masih kalah dibanding negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.

"Kalau dilihat ekspor kita di 2017 masih naik 16,8 persen. Tapi yang bikin Bapak Presiden tidak begitu happy, ekspor kita ternyata lebih rendah dibanding negara-negara tetangga," ujar Kecuk di kantornya, Jakarta, Kamis (1/2/2018).

Dia menambahkan, Jokowi meminta kepada para menteri, terutama Mendag, untuk meningkatkan kinerja nilai maupun volume ekspor Indonesia. Salah satunya dengan menambah pasar atau negara tujuan ekspor, selain Amerika, China, dan Jepang.

"Kalau dilihat strukturnya memang ada masalah yang perlu dibenahi. Contohnya kalau bicara ekspor, 35 persen ekspor kita ditujukan ke Amerika, Tiongkok, dan Jepang. Artinya, kalau ada sesuatu di negara-negara itu, pengaruhnya besar ke kita," dia menjelaskan.

Oleh karena itu, menurut Kecuk, Jokowi meminta menterinya melakukan diversifikasi pasar atau negara tujuan ekspor. Data BPS menunjukkan sudah ada pergerakan kenaikan ekspor Indonesia ke Mesir dan Turki sekitar 13 persen sampai 14 persen, walaupun porsinya masih kecil.

"Jadi diversifikasi pasar menjadi sebuah keharusan ke depan. Supaya ketergantungan kita pada negara-negara tertentu tidak terlalu besar, karena akan bahaya," tegasnya.

Di samping itu, lebih lanjut Kecuk mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan proses hilirisasi terhadap komoditas ekspor Indonesia agar ada nilai tambah. Sebab, kata dia, kelemahan ekspor Indonesia masih didominasi komoditas mentah.

"Kalau ada nilai tambah, kita bisa menciptakan lapangan kerja. Jenis produk yang akan diekspor pun akan lebih bervariasi. Tapi harus diiringi kemudahan perizinan dan peraturan supaya harga ekspor lebih kompetitif dan punya daya saing," ia menerangkan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya