Program Ini Jadi Penyelamat Generasi Muda dari Ancaman Stunting

PUPR ingin mengurangi jumlah balita stunting di RI. Salah satunya lewat infrastruktur pemukiman untuk program air bersih dan sanitasi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 06 Feb 2018, 19:01 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2018, 19:01 WIB
Salurkan Bantuan Air Bersih Melalui Mata Air Indosiar
Banyak desa di Indonesia yang masih membutuhkan air bersih, mari bersama membangun bak penampung dan pipanisasi melalui Mata Air Indosiar. (Ilustrasi: i.huffpost.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya saat ini terus berupaya untuk mengurangi jumlah balita penderita stunting (pendek). Salah satunya dalam bentuk dukungan infrastruktur pemukiman untuk program air bersih dan sanitasi.

Menurut hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) pada 2016, sebesar 21,7 persen balita Indonesia termasuk dalam kategori pendek dan sangat pendek. Kalimantan Barat menjadi penyumbang terbanyak dengan prosentase 32,6 persen, di mana 20,1 persen balita di sana berkategori pendek dan 21,5 persen sisanya adalah sangat pendek.

Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman (KIP) Ditjen Cipta Karya, Dwityo Akoro Soeranto memaparkan, ada empat penyebab terjadinya stunting pada balita. Salah satunya adalah lingkungan yang tidak sehat.

"Stunting biasa terjadi di usia 1.000 hari pertama manusia terlahir. Penyebabnya ada empat, seperti sang ibu kekurangan informasi akan kebutuhan gizi baik, minimnya akses untuk imunisasi di kawasan terpencil, kualitas makanan yang kurang, dan lingkungan yang tak sehat," tuturnya di Kantor Kementerian PUPR, Selasa (6/2/2018).

Terkait penanganan stunting, Kementerian PUPR berupaya mengimplementasikannya lewat program padat karya pengadaan air bersih dan sanitasi, yang nantinya akan diterapkan di 100 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia berdasarkan usulan dari Menteri Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan.

Dari total 100 kabupaten dan kota tersebut, terdapat 10 kabupaten prioritas penanganan stunting yang tersebar di sembilan provinsi, yakni Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Gorontalo, Maluku, dan Papua.

Alokasi dana yang berasal dari APBN untuk program tersebut adalah sebesar Rp 55 miliar. Sebanyak Rp 30 miliar akan diperuntukan bagi program Air Limbah Perdesaan, dan Rp 25 miliar untuk Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat.

Kementerian PUPR lewat program padat karya juga akan turut memberdayakan dan melibatkan masyarakat secara langsung untuk dapat meminimalisir jumlah balita penyandang stunting ke depannya.

"Cipta Karya akan memberikan fasilitator, untuk memastikan bahwa fasilitas yang diberikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk mengurangi stunting. Mereka juga akan terus memantau keberlangsungan program tersebut, agar pemanfaatan dan pemeliharaannya sesuai," pungkas Dwityo.

Banyak Kecelakaan di Proyek Infrastruktur, Ini Kata Menteri PUPR

Dua Orang Tewas Akibat Crane Ambruk di Lokasi Proyek di Jatinegara
Kondisi crane pengerjaan proyek double-double track kereta api di Jatinegara yang ambruk, Jakarta, Minggu (4/2). Kejadian tersebut menyebabkan empat orang tewas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Percepatan pembangunan infrastruktur dinilai bukan menjadi penyebab kecelakaan konstruksi. Terutama terkait penerapan jam kerja sebanyak 3 shift per hari.

Demikian disampaikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Menurut dia, jam kerja sebanyak 3 shift yang selama ini berlaku pada proyek infrastruktur dikerjakan kelompok orang yang berbeda.

"3 shift itu bukan orang sama semua. 3 shift itu 3 tim yang orangnya lain, 3 kelompok, 3 tim yang orangnya berbeda," kata dia di Kementerian PUPR Jakarta pada 29 Januari 2018. 

Dia menambahkan, pembangunan infrastruktur Indonesia masih tertinggal sampai saat ini dibanding negara lain.

Sebagai contoh di China, pembangunan jalan tol bisa sampai ribuan kilometer (km) per tahun. Sementara di Indonesia, pembangunan 1.000 km membutuhkan waktu 5 tahun.

"Disambung sedikit, menurut saya percepatan yang kita lakukan belum apa-apa. Kalau kita bandingkan negara lain yang mengerjakan infrastruktur jauh lebih cepat mereka. Sering disampaikan Pak Presiden kalau di Tiongkok jalan tol 1 tahun 4.000-5.000 km. Kita ini 5 tahun 1.000 km. Jadi kebalik," ungkapnya.

Sebab itu, Basuki mengatakan, perlu adanya inovasi untuk mengejar ketertinggalan. Jika tidak, Indonesia akan semakin tertinggal dibanding negara lain.

"Salah satunya SDM, seperti yang vlog-nya Bapak Presiden. Kita harus mengejar kualitas, kualitas itu tidak hanya material, equipment-nya, metodenya, spesifikasinya, teknologinya, tapi yang penting lagi SDM-nya. Jadi SDM-nya harus berkompeten, dalam rangka kompetensi inilah disertifikasi," tukas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya